REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama RSUPN dr Ciptomangunkusumo (RSCM), Lies Dina Liastuti, mengatakan, tingginya persentase kasus kematian yang diduga diakibatkan oleh penyakit hepatitis akut misterius terjadi akibat terlambatnya pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Contoh kasusnya adalah yang masuk ke RSCM, pasien baru datang di hari ke-12.
"Dari data, pasien datang terlambat. Mungkin orang tuanya tidak mencurigai karena gejala awalnya itu berupa diare atau sakit perut, tidak diduga ini hepatitis yang akan secara cepat sekali," ungkap Lies dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (17/5/2022).
Dia kemudian memberikan contoh salah satu pasien yang masuk ke RSCM pada hari ke-12 mengalami sakit. Sebelum tiba, pasien sudah mengalami penurunan kesadaran pada hari kelima sakit. Saat datang ke RSCM, pasien sudah dalam keadaan bukan hanya penurunan kesadaran yang dalam saja, tapi juga mengalami kejang dan datang dengan alat bantu napas.
"Datang dengan kondisi sudah membutuhkan ruangan ICU. Jadi setelah berat sekali. Sudah terlambat," ungkap dia.
Untuk itu dia menekankan perlunya penanganan cepat pasien dengan kasus hepatitis akut misterius. Jangan sampai anak yang sakit tidak dibawa ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk diobati dan dianalisa penyakitnya agar penanganannya dapat dilakukan dengan segera.
"Karena kasus ini kita perlu cepat penanganannya, jadi pasien yang masuk sudah berat sekali tidak tertolong lagi, sementara itu kita tengarai kondisinya sudah lama di rumah. Begitu masuk tidak bisa dikendalikan apapun dengan segala macam perawatan dan obat yang diberikan," jelas dia.
Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat tujuh kasus kematian terkait penularan hepatitis akut misterius di Indonesia. Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat sekaligus Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi menerangkan, dari tujuh kasus itu, kematian terjadi pada rentang usia bayi hingga umur 10 tahun.
"Tujuh orang (meninggal), (usia) 2 bulan sampai 10 tahun," ungkap Nadia kepada Republika, Kamis (12/5/2022).
Dari jumlah kasus meninggal tersebut ,empat orang dari DKI Jakarta, Kalimantan Timur satu orang, Jawa Timur satu orang dan Sumatera Barat satu orang. Nadia memastikan, hingga kini, belum ada usia dewasa yang terpapar hepatitis akut. Namun, tak menutup kemungkinan usia dewasa juga dapat tertular.
Sebelumnya sempat tercatat ada dua kasus hepatitis akut pada pasien berusia di atas 20 tahun. Setelah diperiksa di laboratorium, para pasien bukan terjangkit hepatitis misterius yang dimaksud.
"Ada yang karena hasil pemeriksaan dia hepatitis A, B, DBD dan typoid, dua orang yang usia 20 tahun masuk kategori itu. Sehingga belum ada usia dewasa pada kasus yang dicurigai hepatitis akut di Indonesia ya," imbuhnya.
Hingga kini, total laporan, kasus dugaan hepatitis akut di Indonesia sudah menjadi 18 kasus. Sembilan diantaranya masih berstatus pending klasifikasi dan tujuh tidak masuk kriteria karena bukan hepatitis akut.
"Dan dua masih dalam pemeriksaan. Jadi itu semua data yang masuk secara nasional ya. Karena kita harus tetap hati-hati dalam melaporkan penyakit baru ya, karena belum tentu penyakit itu sesuai kriteria yang ditetapkan WHO," ujar Nadia.