Sabtu 30 Apr 2022 13:36 WIB

DPR: Revisi UU Kedokteran Jangan untuk Kepentingan Politik

Jangan sampai revisi UU Praktik Kedokteran dilakukan untuk kepentingan elite tertentu

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Najamudin mengatakan, DPR dan pemerintah tidak boleh sepihak dan subjektif dalam memutuskan untuk mengubah materi undang-undang. Jika tujuannya hanya untuk mengakomodasi kepentingan pihak tertentu.
Foto: DPD
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Najamudin mengatakan, DPR dan pemerintah tidak boleh sepihak dan subjektif dalam memutuskan untuk mengubah materi undang-undang. Jika tujuannya hanya untuk mengakomodasi kepentingan pihak tertentu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPD Sultan B Najamudin mengaku, prihatin dengan proses pembentukan perundang-undangan oleh pemerintah dan DPR, yang cenderung subjektif dan tidak aspiratif. Apalagi, dengan adanya wacana untuk merevisi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Menurutnya, DPR dan pemerintah tidak boleh sepihak dan subjektif dalam memutuskan untuk mengubah materi undang-undang. Jika tujuannya hanya untuk mengakomodasi kepentingan pihak tertentu.

"Kami ingin mengatakan bahwa semua aturan perundang-undangan pada prinsipnya bertujuan untuk membatasi kecenderungan dan ego kita semua. Sebagai warga negara dalam menjaga kondusifitas sosial politik dalam kehidupan berbangsa yang harus dijalankan secara konsekuen," ujar Sultan lewat keterangan tertulisnya, Sabtu (30/4).

Jangan sampai revisi UU Praktik Kedokteran hanya dilakukan untuk kepentingan elite tertentu saja. Bukan lagi berdasarkan kebutuhan hukum yang harus dipenuhi di masyarakat.

"Setiap produk UU merupakan jawaban atas persoalan dan pemenuhan kebutuhan hukum terhadap kepentingan masyarakat. Bukan ujug-ujug disusun dan direvisi sesuai kebutuhan apalagi kepentingan elite tertentu, sehingga basisnya harus by evidence bukan by accident," ujar Sultan.

Dalam kasus antara Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, haruslah dilakukan lewat rekonsiliasi. Bukan justru melakukan pembelahan terhadap organisasi profesi yang merupakan amanah UU Praktik Kedokteran.

"Masyarakat jangan diajarkan untuk melanggar hukum, bahkan setelah divonis bersalah, aturan hukumnya yang diubah seenaknya. Ini tentu akan menjadi preseden yang buruk bagi masyarakat dari para pembuat aturan hukum dan perundang-undangan," ujar Sultan.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan, deklarasi Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia (PDSI) merupakan salah satu hak warga negara dalam berserikat yang diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Namun saat ini, organisasi kedokteran adalah tunggal, yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Komisi IX pun dijelaskannya membuka peluang untuk merevisi undang-undang tersebut, untuk mengakomodasi organisasi lain di bidang kedokteran.

"Tentu mungkin ada semacam revisi atau perbaikan terkait dengan UU Praktik Kedokteran yang kita butuhkan dalam rangka mengatur menjadi payung semua aspirasi masyarakat luas. Dari pemerintah dan juga tentu dari kalangan dokter," ujar Melki, Kamis (28/4).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement