Rabu 27 Apr 2022 11:16 WIB

Capai 3,9 Juta, Penyedia QRIS di DKI Jakarta Tertinggi se-Indonesia

BI DKI Jakarta menargetkan pengguna QRIS tembus 4,5 juta merchant pada 2022.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Friska Yolandha
Penjahit menggunakan metode transaksi nontunai QRIS di Pasar Santa, Jakarta, Senin (6/12/2021). Kepala Kantor BI Perwakilan DKI Jakarta Onny Widjanarko mengatakan, pihaknya saat ini menargetkan pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Jakarta tembus 4,5 juta merchant.
Foto: ANTARA/Indrianto Eko Suwarso
Penjahit menggunakan metode transaksi nontunai QRIS di Pasar Santa, Jakarta, Senin (6/12/2021). Kepala Kantor BI Perwakilan DKI Jakarta Onny Widjanarko mengatakan, pihaknya saat ini menargetkan pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Jakarta tembus 4,5 juta merchant.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Kantor BI Perwakilan DKI Jakarta Onny Widjanarko mengatakan, pihaknya saat ini menargetkan pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Jakarta tembus 4,5 juta merchant. Menurutnya, hingga kini ada sekitar 3,9 juta merchant di DKI yang menggunakan QRIS sebagai alat transaksi pembayaran.

“Target kami di tahun 2022 itu ada tambahan sebesar 600 ribu merchant dan kami sudah mau titik optimal. Jadi, merchant sudah menjadi 3,9 juta,” kata Onny Widjanarko, dalam diskusi daring ‘Jakarta jadi Pusat Bisnis Global: Tantangan dan Peluang Digital Payment’, pada Selasa (26/4/2022).

Baca Juga

Dia menambahkan, penggunaan QRIS saat ini mudah meningkat karena ada keleluasaan dalam bertransaksi. Dari awalnya dengan limit Rp 5 juta menjadi dua kali lipatnya. Dia menyebut, jumlah itu akan mendorong pertumbuhan transaksi digital yang ada di Jakarta.

Onny menambahkan, pangsa pasar ekonomi di Jakarta mencapai 17,19 persen di tingkat nasional. Angka ini diklaim dia, sangat tinggi dibanding provinsi lainnya di Indonesia, padahal Jakarta hanya dihuni 10,6 orang.

“Ini karena memang pusatannya, Jakarta serba pusat dari pusat perdagangan, pusat informasi, pusat keuangan dan pusat ekonomi digital,” jelas Onny.

Dia menyebut, Jakarta yang diproyeksikan sebagai pusat perdagangan juga membuat dorongan itu semakin besar. Terlebih, hingga akhir 2021 lalu, transaksi e-commerce DKI mencapai Rp 22,4 triliun dan angka ini meningkat delapan persen dari kuartal sebelumnya sebesar Rp 21,7 triliun.

“Ini baru sumber dari empat e-commerce lokal, nah mestinya lebih dari ini karena angka Rp 22,4 triliun baru empat e-commerce terbesar,” imbuhnya.

Dia melanjutkan, berdasarkan riset Google pada 2021 lalu, nilai ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai 146 miliar dollar AS. Angka itu mendekati cadangan devisa negara saat ini. Menurutnya, dari angka tersebut, Jakarta diproyeksikan memiliki pangsa yang tetap lebih besar.

“Jadi sekitar 65-70 persen digital di Indonesia itu, adanya di Jakarta,” ucapnya.

Dia menambahkan, BI dan perusahaan penyedia jasa pembayaran (PJP) berkomitmen memperluas akseptasi pembayaran digital. Salah satunya melalui fasilitas penggunaan QRIS di pasar-pasar dan pusat perbelanjaan, termasuk di wilayah Provinsi DKI Jakarta.

Selain itu, BI juga telah mendorong kemudahan bertransaksi secara digital melalui program sehat, inovatif dan aman pakai (S.I.A.P). Program ini merupakan hasil kolaborasi antara Kementerian Perdagangan RI dengan Bank Indonesia melalui pencanangan pasar dan pusat perbelanjaan demi memperluas akselerasi penggunaan QRIS dan mendisiplinkan metode pembayaran yang sesuai dengan protokol kesehatan (efisiensi, praktis, dan higienis).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement