REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Pertumbuhan jumlah minimarket di Kota Bogor yang kian menjamur, tidak dibarengi dengan peraturan yang membatasi jumlah minimarket di suatu wilayah berdasarkan jarak efektif dan tata kelola kota. Sehingga, saat ini muncul wacana penerbitan moratorium perizinan minimarket di Kota Bogor.
Wacana ini pun mendapatkan respon positif dari Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto. Menurutnya, perlu ada pembatasan pendirian minimarket di Kota Bogor agar persaingsn usaha bisa lebih sehat.
“Kalau jaraknya tidak sampai 300 meter sudah ada tiga sampai empat minimarket kan ini menjadi crowded dan bisa memancing persaingan usaha yang tidak sehat. Jadi saya kira, wacana moratorium bagus dan layak didukung. Terutama, untuk memastikan pedagang kecil juga tetap hidup,” ujar Atang, Senin (24/4/2022).
Ia pun menilai menilai perlu ada support sistem bagi para pelaku UMKM atau warung kelontong. Sebab, dengan berdirinya minimarket ditengah pemukiman masyarakat, maka para pelaku usaha warung kelontong terancam keberadaannya.
Tak hanya itu, menurut Atang keberadaan minimarket di Kota Bogor juga dinilai tidak dibarengi dengan kedisiplinan dari para investor dalam mengurus perizinan.
Sebab, dari data yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (DisperindagkopUMKM) Kota Bogor, dari 520 minimarket, 222 diantaranya belum mengantongi Izin Usaha Toko Swalayan (IUTS).
“Saya kira, kita semua sepakat bahwa Kota Bogor akan selalu terbuka bagi para investor. Tetapi, perlu saya tekankan lagi bahwa para investor juga perlu mematuhi peraturan yang ada dan disiplin dalam mengurus izin. Peraturan dibuat untuk mengatur semua hal menjadi tertib dan bertanggungjawab. Termasuk pula kesiapan untuk merekrut tenaga kerja lokal dan memberikan ruang penjualan produk lokal UMKM,” tegasnya.
Terpisah, Kabag Hukum dan HAM pada Setda Kota Bogor, Alma Wiranta, mengatakan terkait moratorium pendirian minimarket di Kota Bogor saat ini belum ada payung hukum yang secara tegas mengaturnya.
Namun, dia mengatakan, substansi rencana kebijakan terkait jarak dan jumlah warga yang bermukim untuk kelayakan pendirian minimarket, telah dibahas oleh perangkat daerah teknis bersama Bagian Hukum sejak 2019.
Alma berpendapat, kepastian, keadilan dan kemanfaatan terhadap kebijakan ini jadi lebih kuat, harus didukung dengan payung hukum berupa Perda.
“Ini momentum yang baik untuk mengevaluasi Peraturan Walikota Bogor Nomor 10 Tahun 2017 tentang penataan dan pembinaan toko swalayan,” pungkasnya.