REPUBLIKA.CO.ID, KENDARI -- Masyarakat Kaledupa di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, menjaga ekowisata hutan mangrovedi daerah itu dengan penerapan aturan adat. Pimpinan Adat Barata Kahedupa La Ode Saidin mengatakan pemerintah setempat menggandeng tokoh adat menerapkan dan menegakkan aturan adat bagi siapa saja yang mencoba merusak ataupun mencemari kawasan mangrove di daerahnya.
"Kepada mereka yang terbukti merusak ataupun merambah kawasan hutan bakau akan diberi sanksi adat sesuai kesepakatan serta aturan adat masyarakat desa," katanya.
Wakatobi salah satu kabupaten di Sulawesi Tenggara dikenal dengan keindahan bawah laut dan pesisirnya, kini semakin lengkap dengan hadirnya ekowisata mangrove pada sejumlah desa di Pulau Kaledupa. Salah satunya kawasan ekowisata mangrove Desa Tampara Kecamatan Kaledupa yang memiliki tutupan hutan mangrove yang rapat sehingga menjadi kawasan keberlangsungan hidup bagi sejumlah ekosistem laut.
Menurutnya, ekowisata mangrove ini tak luput dari ancaman kerusakan, perambahan kayu, bahkan sampai peralihan fungsi kawasan hutan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Menyikapi hal tersebut, lanjutnya, sebagai salah satu upaya dalam menjaga ekowisata mangrove di Pulau Kaledupa ini maka diterapkan hukum adat.
"Dulu kalau Sara atau Ketua Adat bilang begini (jangan merusak mangrove), maka begitu mi (diindahkan). Di era sekarang sudah agak sulit untuk mengatasi hal itu, tapi kita tetap berupaya dengan bekerja sama dengan Taman Nasional dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara atau YKAN, kita akan menerapkan pola-pola yang bisa menyelesaikan permasalahan itu (jika ada perusakan kawasan mangrove)," ujar dia.
Selain dalam menggandeng tokoh adat, pemerintah setempat juga menggandeng Balai Taman Nasional Wakatobi dan YKAN dalam upaya pendampingan teknis terkait pengelolaan dan pengembangan ekowisata yang ada di desa-desa Pulau Kaledupa.
Koordinator Program Wakatobi YKAN La Ode Arifuddin mengatakan dalam mendukung pengembangan ekowisata mangrove khususnya di daerah Pulau Kaledupa, pihaknya telah membangun titian mangrove sepanjang 160 meter. Dia menyebutkan untuk konservasi mangrove di desa ini sebenarnya adalah bagaimana mengembangkan salah satu sektor ekowisata
"Bagaimana pengembangan ekowisata mangrove Desa Tampara bisa berkelanjutan dan pada tahun 2019 kami mencoba memberikan dukungan dengan pembangunan titian mangrove sepanjang 160 meter," katanya.