Jumat 08 Apr 2022 19:03 WIB

LPSK Dukung Aturan Baru MA Soal Ganti Rugi Korban Kejahatan

Aturan ganti rugi korban kejahatan merupakan terobosan yang diapresiasi

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi putusan ganti rugi korban kejahatan. (Ilustrasi). Aturan ganti rugi korban kejahatan merupakan terobosan yang diapresiasi
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Ilustrasi putusan ganti rugi korban kejahatan. (Ilustrasi). Aturan ganti rugi korban kejahatan merupakan terobosan yang diapresiasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengapresiasi terobosan  Mahkamah Agung (MA) dengan menerbitkan Peraturan MA (Perma) No. 1 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonan dan Pemberian Restitusi dan Kompensasi kepada Korban Tindak Pidana. Kehadiran perma dinilai dapat mengisi kekosongan pengaturan teknis pelaksanaan restitusi dan kompensasi.

Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo, mengatakan Perma No 1 Tahun 2022 mengikat semua pihak yang beracara dalam proses peradilan pidana setelah resmi diundangkan melalui Berita Acara Negara Tahun 2022 Nomor 225. Ia menyambut baik kebijakan MA tersebut.  

Baca Juga

"Perma ini harapan baru bagi korban tindak pidana untuk dapat merealisasikan mekanisme ganti kerugian dalam bentuk restitusi secara nyata, tidak berhenti di atas kertas berupa putusan pengadilan saja," kata Hasto di Jakarta, Jumat (8/3/2022). 

Hasto mengungkapkan LPSK sempat mengalami kendala untuk memastikan korban tindak pidana benar-benar menerima pemberian restitusi dari pelaku. Sebab ada kekosongan pengaturan dalam aspek teknis pelaksanaan eksekusi atas putusan pengadilan. 

Berangkat dari kondisi itu, lanjut Hasto, LPSK kemudian bersurat ke MA. Selanjutnya, MA mendengar aspirasi dari LPSK. 

"MA kemudian mengontak kita (LPSK). Mulai kita koordinasi dan LPSK memberikan sejumlah masukan sampai perma ini terbentuk. Perma ini sangat memperhatikan masukan dan catatan LPSK yang sebelumnya disampaikan melalui pokja penyusunan perma," ujar Hasto. 

Adapun substansi pengaturan restitusi dalam Perma No. 1 Tahun 2022 yang perlu mendapatkan perhatian adalah adanya mekanisme penitipan uang restitusi, adanya banding/kasasi restitusi, pengajuan restitusi oleh korban tidak menghapus haknya untuk mengajukan gugatan perdata, pelaksanaan pemberian restitusi tentang sita harta kekayaan pelaku yang selanjutnya dilelang untuk membayar restitusi, serta tata cara pengajuan dan pemeriksaan permohonan restitusi setelah putusan berkekuatan hukum tetap.  

Hasto menilai substansi Perma No 1 Tahun 2022 itu merupakan kebijakan progresif MA yang merangkum semua pengaturan mengenai restitusi/kompensasi yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan.  

"Hal ini kemudian dibakukan menjadi standar peraturan yang wajib diikuti semua pihak dalam proses peradilan pidana," ucap Hasto.  

Selain restitusi, Perma No 1 Tahun 2022 mengatur tentang kompensasi yang di antaranya adalah bentuk kompensasi bagi korban pelanggaran HAM berat yang dapat diberikan dalam bentuk non uang/natura, pengajuan dan pemeriksaan permohonan kompensasi dalam perkara terorisme yang korbannya tidak mengajukan kompensasi, pengajuan dan pemeriksaan permohonan kompensasi dalam perkara terorisme yang pelakunya tidak diketahui atau meninggal dunia, pengajuan kompensasi WNI yang menjadi korban terorisme di luar wilayah Indonesia, serta penggabungan permohonan kompensasi dan restitusi.  

“LPSK mengapresiasi langkah Mahkamah Agung RI yang merespons masalah-masalah teknis dalam pemberian restitusi, yang disinyalir menghambat pemenuhan keadilan bagi korban tindak pidana," tutur Hasto.     

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement