Kamis 07 Apr 2022 00:36 WIB

Mengapa DPR Sepakat Menamai Provinsi Baru Papua Sesuai Wilayah Adat?

Penamaan provinsi baru sesuai wilayah adat dikhawatirkan picu konflik di masa depan.

Mahasiwa melakukan aksi di depan Perumas II Waena, Jalan Raya SPG Taruna Bakti, Kota Jayapura, Papua, Selasa (8/3/2022). Pada Rabu (6/4/2022), DPR sepakat atas penamaan provinsi baru di Papua lewat rapat di Badan Legislasi. (ilustrasi)
Foto:

Pada Rabu (6/4/2022), Badan Legislasi (Baleg) DPR menyepakati harmonisasi tiga dari lima rancangan undang-undang (RUU) terkait daerah otonomi baru (DOB) di Papua. Ketiganya, yakni RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Pegunungan Tengah.

"Apakah hasil harmonisasi RUU tentang Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Pegunungan Tengah dapat disetujui?" tanya Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi dijawab setuju oleh anggota panitia kerja (Panja) harmonisasi, Rabu.

Komisi II DPR sebagai pengusul menyampaikan terima kasih terhadap kesepakatan harmonisasi RUU Provinsi Papua Selatan, RUU Provinsi Papua Tengah, dan RUU Provinsi Pegunungan Tengah. Harapannya, pemekaran provinsi tersebut diharapkan dapat membawakan kesejahteraan bagi masyarakat Papua.

"Semoga ini menjadi amal ibadah kita dan bakti kita pada bangsa dan negara. Khususnya, kepada suku kawan kita yang ada di Papua," ujar Wakil Ketua Komisi II Syamsurizal.

 

Namun, anggota Panja asal Papua Yan Permenas Mandenas mengatakan, penamaan sesuai wilayah adat dinilainya akan menyebabkan masalah baru ke depannya. Pasalnya, persoalan adat sudah menjadi permasalahan sejak lama.

"Inilah yang sebenarnya menjadi pertimbangan dan jangan sampai jangka panjangnya dinamika kekentalan suku ini mempengaruhi struktur birokrasi, jabatan, dan hal-hal lain yang teknis di dalam pelayanan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Itu akan menimbulkan konflik baru lagi," ujar Yan.

Identitas suku di Papua, jelas Yan, adalah sesuatu yang sangat dominan di Bumi Cendrawasih. Bahkan ada perumpamaan di sana, bahwa adat sudah ada sebelum agama lahir.

"Jadi kadang-kadang kekentalan adat ini bisa mengesampingkan berbagai macam hal yang bisa kita lakukan dan sampaikan. Sehingga inilah yang harus kita pertimbangkan untuk jangka panjangnya," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua I Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait meminta pemerintah menunda pembentukan DOB di Papua. Penundaan itu dilakukan sampai permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua diputus Mahkamah Konstitusi (MK).

"Posisi MRP sudah jelas bahwa untuk DOB kita minta supaya menunggu putusan MK, karena kita lagi melakukan judicial review terhadap perubahan Undang-Undang Otsus yang secara sepihak," ujar Yoel dalam diskusi daring, Kamis (25/3/2022).

Gugatan dilayangkan karena MRP menilai penyusunan UU tersebut tidak melibatkan masukan publik, termasuk MRP. Menurut Yoel, revisi UU Otsus tidak akan memberikan harapan baru bagi masyarakat Papua. Di sisi lain, dia juga meminta pemerintah tidak mengesampingkan aksi penolakan keras warga terhadap kebijakan pemekaran wilayah atau pun UU 2/2021.

Dia meminta pemerintah melakukan studi atau meninjau kembali terkait rencana pemekaran wilayah. Pemerintah diingatkan tidak terus mendorong pembentukan DOB sebelum adanya studi komprehensif tersebut.

"Sehingganya bisa membuat di tingkat terakhir itu merasa tidak nyaman. Potensi konflik bisa terjadi di mana-mana," kata dia.

Terkait demonstrasi yang terjadi di beberapa wilayah di Papua, menurut Yoel, merupakan aksi penolakan terhadap pelaksanaan otonomi khusus (otsus) yang tidak konsisten. Menurutnya, demonstrasi itu bukan untuk meminta Papua merdeka.

"Demonstrasi yang terjadi di Wamena, di Mapaho, di Jayapura, itu mayoritas rakyat itu menolak, yang menolak ini bukan minta Papua merdeka, yang menolak ini adalah tidak setuju dengan pelaksanaan otsus yang tidak konsisten," ujar Yoel.

 

photo
Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement