Kamis 31 Mar 2022 18:52 WIB

Minyak Goreng Masih Rentan Alami Kelangkaan dan Kenaikan Harga

Bulog Bandung upayakan pasokan minyak goreng mencukupi hingga Lebaran

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas menuangkan minyak goreng curah ke jeriken milik pedagang saat operasi pasar minyak goreng curah di Pasar Gedebage, Kota Bandung, Selasa (29/3/2022). Pemerintah Kota Bandung melalui Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung menyediakan 8.000 liter minyak goreng curah bagi pedagang di pasar tradisional untuk dijual kembali dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp14.000 per liter atau Rp15.500 per kilogram. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto:

Ketua Dinas Pedagangan dan Perindustrian Elly Wasliah mengatakan pada operasi pasar saat itu Disdagin menyediakan 8.000 liter minyak curah bagi pedagang pasar tradisional untuk dijual kembali dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter atau Rp 15.500 per kilogram. 

Pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Bandung Yana Mulyana menghimbau masyarakat untuk membeli sesuai kebutuhan dan menghindari panic buying. Dia juga memastikan bahwa stok pangan pokok termasuk minyak goreng di Kota Bandung terpantau aman. 

“Beli seperlunya, karena (panic buying) ini menyebabkan stok Kota Bandung yang aslinya cukup, misalnya beras se-Kota Bandung itu cukup 80 ton per bulan, tapi karena adanya panic buying jadi butuh 150 ton per bulan, itu kan menyulitkan juga. Tapi insya Allah aman lah sekarang mah,” imbaunya.

Sebelumnya, Pemerintah telah resmi menghapus kebijakan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng kemasan sebesar Rp 14.000 per liter mulai 16 Maret 2022. Pencabutan HET menyebabkan harga minyak goreng kemasan di tingkat konsumen melambung tinggi. Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional mencatat rata-rata harga minyak goreng kemasan bermerk 1 (per kg) harian di pasar modern di beberapa provinsi telah menyentuh angka Rp 19.725 per kg pada Jumat (25/3). 

Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim, tarif PPN 11 persen masih tergolong rendah dan berada di bawah rata-rata global. “Kalau rata-rata PPN di seluruh dunia itu ada di 15 persen, kalau kita lihat negara OECD dan yang lain-lain, Indonesia ada di 10 persen. Kita naikkan 11 persen, dan nanti 12 persen pada tahun 2025,” ujar Sri Mulyani dalam keterangan resminya, Selasa (22/3).

 

Meski diklaim rendah di skala global, namun tarif PPN 11 persen itu sesungguhnya merupakan kedua tinggi di kawasan Asia Tenggara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement