REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-–Lembaga Dakwah PBNU mengimbau masyarakat untuk mewaspadai penceramah radikal, apalagi menjelang bulan ramadhan. Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU, K.H. Nurul Badruttamam, kembali mengingatkan kriteria yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tentang ciri-ciri penceramah radikal, yang hal tersebut juga disepakati oleh Majelis Ulama Indonesia melalui Badan Penanggulangan Ektremisme dan Terorisme MUI pada awal Maret lalu.
“Sempat viral di berbagai media tentang ciri dan strategi penceramah radikal namun sebenarnya hal itu memberi rambu-rambu bagi masyarakat untuk mewaspadai penceramah yang terindikasi radikal,” tutur Nurul.
Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU menguraikan kembali lima ciri penceramah radikal. Pertama, mengajarkan ajaran yang anti-Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.
Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, ujaran kebencian (hate speech), dan sebaran hoaks.
Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas). Kelima, biasanya memiliki pandangan antibudaya ataupun antikearifaan lokal keagamaan.“Jadi ketika masyarakat mendapati penceramah yang mendekati ciri-ciri tersebut maka sebaiknya kita tinggalkan,” imbuhnya.
Ia juga memandang perlu masyarakat untuk memahami konteks radikal sebagai segala sesuatu yang menyalahi konstitusi, di antaranya anti terhadap Pancasila, anti terhadap NKRI, anti terhadap keberagaman, dan anti terhadap UUD NRI Tahun 1945.“Apapun yang bertentangan dengan konsensus yang ditetapkan para pendiri bangsa yakni Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945, dapat dikatakan radikal,” kata Nurul.
Terkait toleransi, Nurul menambahkan bahwa Indonesia adalah negara multikultur dan multiagama, sehingga moderasi beragama menjadi hal yang penting untuk diarusutamakan.“Sebagaimana kita tahu moderasi beragama berarti cara beragama jalan tengah. Dengan moderasi beragama, seseorang tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya, sehingga kultur persatuan di tengah-tengah umat dan bangsa akan terus terjaga,” katanya.
Ia menyampaikan bahwa terdapat empat indikator penguatan moderasi beragama yaitu toleransi, anti kekerasan, wawasan kebangsaan, dan terakhir ramah tradisi.