Rabu 30 Mar 2022 13:41 WIB

Gorden Baru Rp 90 Juta per Rumah Dinas Anggota DPR, Proyek yang Harus Dikaji Ulang

Menurut Formappi, sebagian rumah dinas tidak ditempati oleh anggota DPR itu sendiri.

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar memberikan keterangan pers soal anggaran Rp48,7 miliar untuk penggantian gorden di rumah jabatan anggota dewan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/3/2022). Indra menjelaskan anggaran tersebut dialokasikan untuk 505 unit rumah jabatan dan tiap rumahnya mendapatkan pagu sebesar Rp90 juta.
Foto:

Salah satu anggota DPR, Guspardi Gaus, menyatakan menolak pengadaan gorden rumah jabatan anggota dewan senilai Rp 90 juta per rumah. Menurutnya pengadaan tersebut tidak mendesak.

"Jadi anggaran negara yang dialokasikan untuk pengadaan  gorden di rumah jabatan anggota tidak pas di saat situasi ekonomi yang belum pulih akibat pandemi Covid-19 dan naiknya berbagai kebutuhan pokok masyarakat ," kata Guspardi, Rabu.

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN)  itu menilai akan lebih bermanfaat jika anggaran pengadaan gorden tersebut diprioritaskan untuk membantu memulihkan ekonomi masyarakat. Ia mencontohkan misal dialokasikan untuk membantu masyarakat di tengah harga kebutuhan pokok masyarakat yang makin meningkat.

Ia menambahkan, anggaran untuk masalah kebutuhan barang di DPR RI bukanlah berasal dari usulan anggota DPR RI. Dirinya mengungkapkan hal tersebut merupakan kewenangan Kesekjenan sebagai kuasa pemegang anggaran. 

"Lebih baik itu anggaran pengadaan gorden, vitrase dan blind untuk rumah dinas anggota DPR RI ditunda dan diganti anggaran yang lain untuk yang lebih bermanfaat," ujarnya.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai lama tidak digantinya gorden rumah dinas anggota DPR yang disampaikan Sekjen DPR RI, Indra Iskandar tidak bisa jadi alasan perlunya pengadaan gorden. Menurutnya jika kebutuhan gorden memang ada pada beberapa rumah, tak seharusnya sekjen DPR membawanya dalam skema proyek.

"DPR punya skema perawatan yang tak harus dikemas dalam bentuk proyek," kata Lucius kepada Republika, Rabu. 

Lucius menuturkan, ketika pengadaan gorden dibuat dalam skema proyek, maka ada hitung-hitungan untung-rugi pada perusahaan yang akan mengerjakan proyek tersebut. Hitung-hitungan proyek dinilai membuat harga barang tersebut menjadi sangat mahal. 

"Apalagi kalau ada kongkalikong antara pengusaha dan penanggungjawab proyek di Sekjen DPR, maka anggaran besar itu sangat mungkin tak mencerminkan realitas harga gorden di pasaran," ujarnya. 

Selain itu, Lucius menganggap proyek pengadaan gorden tersebut juga tak memperhitungkan fakta di lapangan. Ia mengungkapkan bahwa sebagian rumah dinas anggota tak ditempati oleh anggota DPR itu sendiri. 

"Fakta ini membuat pengadaan gorden jadi musafir karena tak akan dinikmati oleh anggota DPR yang menjadi target utama pengadaan Sekjen DPR," ucapnya. 

Ia pun menyayangkan kontroversi proyek fantastis yang selalu berulang di DPR. Banyak fasilitas yang mungkin kerusakannya hanya perlu sedikit dana untuk perbaikan. Tetapi karena harus diproyekkan, maka dirancanglah skema proyek dengan anggaran yang besar.

"Maka kadang terdengar banyak fasilitas yang sengaja dirusak demi kepentingan pelaksanaan proyek," ungkapnya. 

"Jadi ada semacam upaya untuk melahirkan proyek dengan anggaran besar dari DPR yang membuat proyek gorden ini lebih terlihat sebagai upaya memenuhi ambisi proyek ketimbang sebagai sebuah kebutuhan nyata anggota DPR," imbuhnya

Karena itu Lucius menilai rencana pengadaan gorden dan proyek fantastis di DPR lainnya perlu ditolak. Apalagi proyek tersebut dilakukan di tengah situasi dan tuntutan ekonomi bangsa yang masih tertatih-tatih menghadapi pandemi dan dampaknya. 

"Keputusan akhir soal proyek ini akan sangat menentukan citra DPR di depan publik. Jika mereka masa bodoh, dan membiarkan proyek fantastis ini menggerogoti keuangan negara, maka citra DPR akan terus merosot. Begitupun sebaliknya. Kuasa ada di tangan DPR, kini kita hanya perlu menunggu tindak lanjut saja," tegasnya. 

 

photo
Wacana Amendemen UUD 1945 dalam Survei - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement