REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pemerintah Kota (Pemkot) Surakarta menegaskan distributor minyak goreng curah tidak boleh membuat aturan sendiri terkait sistem penjualan kepada konsumen. Wakil Wali Kota Surakarta Teguh Prakosa mengatakan, jika ada distributor minyak goreng curah yang menerapkan sistem paket untuk penjualan minyak goreng akan ditertibkan oleh instansi terkait.
"Nanti biar ditegur Dinas Perdagangan, saya belum tahu (sistem paket tersebut). Nanti biar Tim Satgas Pangan yang menangani, kan ada kepolisian, Dinas Perdagangan, termasuk Satpol PP sebagai penegak perda (peraturan daerah)," katanya, Jumat (25/2/2022).
Ia juga mempertanyakan aturan siapa yang diterapkan oleh para distributor tersebut. "Itu aturannya siapa, nggak usah gawe (membuat) aturan begitu. Masak, mau beli minyak goreng harus beli gula pasir dulu. Beli itu kan nggak ada aturannya, kecuali itu yang mengadakan pemerintah dan lebih murah, ya itu lain. Kalau harga jadi lebih tinggi kan ngapain, ora iso (tidak bisa), nggak boleh," katanya.
Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka akan mengecek di lapangan. "Ya itu sudah, nanti kami cek di lapangan ya. Memang ada beberapa warga yang komplain, nanti kita lihat di lapangan seperti apa, bundling semahal apa," katanya.
Terkait hal itu, ia juga sudah melaporkan kepada Kapolresta Surakarta. "Nanti dibantu oleh pak Kapolres juga," katanya.
Sebelumnya, sejumlah pedagang kecil di Kota Solo meminta sistem penebusan pembelian minyak goreng curah yang diterapkan oleh pedagang besar dipermudah. Pada pantauan di lapangan, antrean panjang terlihat di Toko Nugroho di kawasan Pasar Legi, Kota Surakarta.
Salah satu konsumen Sayekti mengatakan syarat pembelian yang harus dipenuhi adalah konsumen diwajibkan membeli barang yang lain. "Yang penting sama beli lainnya, misalnya saya bisa beli minyak goreng 17 kg harus sama gandum dua sak yang beratnya 50 kg," katanya.
Selain dipaketkan dengan tepung terigu, dikatakannya, konsumen bisa memilih barang lain seperti gula pasir dengan berat 50 kg. Padahal, menurut dia harga barang yang harus ditebus justru lebih mahal dibandingkan dengan harga minyak goreng itu sendiri.
"Jadi modalnya harus besar, saya kulakan begini menyiapkan uang minimum Rp1,5 juta, itu bisa beli tiga paket," kata pedagang kecil dari Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Solo tersebut.