REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Jaringan Wirausaha (Jawara) Depok Ubaidilah menilai perubahan logo halal di kemasan tidak ada urgensinya. Sebab, logo halal yang lama sudah cukup bagus. "Kalaupun mau mengubah logo, cukup MUI-nya saja yang dihilangkan atau jika ingin menyegarkan seharusnya tidak terlalu banyak mengubah logo yang lama," kata Ubai dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Rabu (16/3/2022).
Pria yang juga salah satu CEO Soto Seger Boyolali Hj Amanah ini menambahkan, seharusnya tak banyak perubahan kalaupun ingin ada perubahan logo. Artinya hanya sekadar penyegaran kembali. Namun, ia meminta seharusnya logo halal yang baru tetap mudah dibaca, sama seperti sebelumnya.
Permintaan Ubaidilah bukan tanpa alasan. Ia menilai logo halal yang baru diumumkan pemerintah sangat kontroversial.
"Kaligrafi tulisannya (halal) rumit dan banyak menimbulkan multi tafsir," ujarnya.
Bahkan, dia sempat mendengar ada yang mengatakan bahwa bacaan tulisan logo tersebut adalah halah, bahkan ada yang menyebut dibaca haram. Menurut Ubaidilah, ini tentu kontraproduktif.
"Dimana seharusnya lembaga yang saat ini menaungi sertifikasi halal di bawah Kemenag ingin memperkokoh atau memperkuat posisinya, namun malah menjadi cibiran atau menjadi diskusi perdebatan yang tidak produkti," katanya.
Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan label halal yang berlaku secara nasional. Logo atau label halal ini wajib digunakan oleh mereka yang mendapatkan sertifikat halal dari BPJPH.
Sekretaris BPJPH, Muhammad Arfi Hatim, menjelaskan, label halal Indonesia berlaku secara nasional. Label ini sekaligus menjadi tanda suatu produk telah terjamin kehalalannya dan memiliki sertifikat halal yang diterbitkan BPJPH.
"Label halal Indonesia ini selanjutnya wajib dicantumkan pada kemasan produk, bagian tertentu dari produk, atau tempat tertentu pada produk," kata Arfi melalui pesan tertulis yang diterima Republika, Sabtu (12/3/2022).
Adapun tarif atau biaya sertifikasi halal oleh BPJPH terbaru diatur dalam Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Nomor 141 Tahun 2021 tentang Penetapan Tarif Layanan BLU BPJPH dan Peraturan BPJPH Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Tarif Layanan BLU BPJPH. Dalam aturan itu disebutkan, tarif sertifikasi halal mencakup dua skema, yakni pelaku usaha pernyataan mandiri (self declare) dan reguler.
Dilansir dari situs halal.go.id, tarif permohonan sertifikasi halal reguler untuk pelaku usaha dengan pernyataan mandiri tarif yang dikenakan adalah Rp 0 atau gratis. Kemudian, untuk permohonan pelaku usaha reguler bestatus usaha mikro dan kecil ditetapkan sebesar Rp 300 ribu per sertifikat.