Selasa 15 Mar 2022 06:50 WIB

Ekonom: Jawanisasi Logo Halal Kontraproduktif Pererat Ukhuwah

Hilangnya tulisan halal bahasa Arab membuat produk ekspor Indonesia bakal kesulitan.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan logo label halal yang berlaku secara nasional.
Foto: Kemenag
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama (Kemenag) menetapkan logo label halal yang berlaku secara nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- Ekonom dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM), Hidayatullah Muttaqin menuturkan, logo baru yang ditetapkan Kementerian Agama (Kemenag) jangan sampai menghambat target kewajiban sertifikasi halal terkait produk makanan dan minuman tahun 2024 ."Sebaiknya dipertimbangkan lagi perubahan logo halal agar tidak merugikan semua pihak dan target sertifikasi halal tercapai pada 2024," ucapnya di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, Senin (15/3/2022).

Logo halal baru menciptakan kontroversi di masyarakat lantaran berbentuk gunungan dan motif surjan. Menurut Muttaqin, hal itu bisa menimbulkan persoalan primordialisme. Apalagi, ada masyarakat yang menganggap logo baru halal tersebut sebagai Jawanisasi, sehingga menjadi kontraproduktif dalam mempererat ukhuwah dan kesatuan.

"Pemerintah bisa saja memaksakan aturan tersebut tetapi jika penerimaan masyarakat kurang, maka itu akan menjadi batu sandungan menuju kewajiban sertifikasi halal tahun 2024 sebagai komitmen nasional," kata Muttaqin.

Dia menyebut keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal atau BPJPH Nomor 40 Tahun 2022 tentang logo baru halal menuai kontroversi di masyarakat. Hal itu terkait dihilangkannya tulisan halal dalam bahasa dan huruf Arab serta bentuk logo yang tidak lazim.

Baca juga : Muncul Logo Halal versi Minang, Brebes hingga Betawi

Lantas potensi dampak ekonomi perubahan logo tersebut, terutama implikasi dihilangkannya tulisan halal dalam bahasa Arab, yaitu konsumen luar negeri akan kesulitan memahami bahwa produk ekspor Indonesia yang sudah bersertifikasi halal. "Sebab sudah menjadi bahasa universal umat Islam tulisan halal adalah dalam bahasa Arab," jelas Muttaqin.

Dia menilai, melokalisasi label halal tersebut dapat berpotensi menjadi batu sandungan upaya penetrasi ekspor produk halal Indonesia di pasar halal dunia. Produsen dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berorientasi ekspor produk halal ke negeri Islam akan memerlukan biaya sosialisasi dan promosi lebih besar untuk menyampaikan kepada konsumen tentang produk mereka adalah halal dan sudah bersertifikasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement