Pemerintah sebelumnya sudah menyatakan, tidak akan tergesa-gesa memutuskan status pandemi menjadi endemi, meski beberapa indikator pengendalian Covid-19 menunjukkan perbaikan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo menegaskan, seluruh keputusan apapun didasarkan pada data sains dan kalkulasi yang matang.
"Mengenai perubahan status pandemi menjadi endemi, bapak Presiden menekankan kita tidak perlu tergesa-gesa dan memperhatikan aspek kehati-hatian," tegas Abraham, dikutip dari siaran pers KSP, Rabu (2/3/2022).
Abraham mengatakan, Presiden tidak ingin Indonesia sampai kembali ke situasi pada awal pandemi jika kebijakan diambil secara terburu-buru. Menurut dia, pemerintah selalu memonitor perkembangan Covid-19 di Indonesia maupun di negara lain.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga melibatkan para pakar dalam mengambil setiap kebijakan terutama dalam penentuan status pandemi.
"Jika memang data-data ilmiah dan analisa pakar menunjukan kondisi terus membaik, maka relaksasi juga akan semakin dibuka," ujar dia.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi, pada awal pekan ini menyatakan, penyusunan prokes itu sudah masuk tahap finalisasi untuk segera diberlakukan.
"Saat ini protokol kesehatan praendemi dibahas untuk difinalkan. Terdapat beberapa indikator, terutama yang dibahas sebagai tahapan," kata Siti Nadia Tarmizi yang dikonfirmasi di Jakarta, Senin (7/3/2022).
Nadia mengatakan prokes praendemi disusun dengan melibatkan berbagai kalangan terkait seperti epidemiolog serta praktisi kesehatan. "Segera diumumkan. Ditunggu saja," katanya.
Sejumlah prokes yang diatur di antaranya pelaku perjalanan domestik via darat, laut dan udara, bagi penerima vaksinasi dosis lengkap tidak perlu lagi menunjukkan bukti tes antigen maupun PCR negatif. Selain itu, juga turut diatur terkait kapasitas tampung ruang publik seperti stadion, pusat perbelanjaan dan lainnya.
"Mudah-mudahan tren penurunan kasus saat ini dapat terus kita jaga dan tekan sehingga kita dapat melewati pandemi ini bersama-sama," ujarnya.
Saat ini Kementerian Kesehatan sedang menyiapkan transisi Indonesia menuju endemi. Terdapat tiga skenario yang disiapkan, mulai dari yang terbaik hingga terburuk.
Pada Kamis (10/3/2022), Koordinator Substansi Penyakit Infeksi Emerging Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Ditjen P2P Kemenkes RI Endang Budi Hastuti mengatakan, ada tiga skenario yang tengah disusun pemerintah terkait peralihan dari pandemi ke endemi. Skenario tersebut disusun berdasarkan prediksi tingkat keparahan varian hingga kemungkinan efektivitas vaksin 'memudar' seiring waktu.
Untuk skenario terburuk, Indonesia disebut belum bisa menuju endemi lantaran kemunculan varian baru Corona, saat kasus Covid-19 sebelumnya sudah mereda.
"Skenario terburuknya adalah munculnya varian baru yang lebih tinggi penularan dan risiko keparahannya dan juga kemungkinan terjadinya penurunan efektivitas vaksin yang signifikan seiring waktu," ujarnya dalam diskusi daring , Kamis (10/3/2022).
Endang menekankan bahwa situasi pandemi tidak bisa diprediksi. Pada 2021, Indonesia mengalami gelombang kedua varian Delta yang menyebabkan fatalitas yang sangat buruk. Sempat mereda, namun saat ini Indonesia kembali mengalami penambahan kasus karena muncul varian Omicron yang pertama kali di Afrika Selatan.
Berikut Tiga Skenario Kemenkes :
Skenario terbaik: Varian yang mungkin muncul lebih ringan (tingkat transmisi dan risiko keparahan rendah), proteksi dari vaksi dapat dipertahankan dalam level yang tinggi tanpa perlu ada perubahan dari program atau jenis vaksinasi yang ada.
Skenario dasar: Penurunan tingkat penularan dan keparahan berlanjut, aka nada beberapa gelombang kecil sebagai hasil adanya kelompok rentan (penurunan efektivitas vaksin dan sebagiannya) atau kemungkinan seasonal pattern.
Skenario terburuk: Muncul varian baru yang lebih tinggi penularan dan risiko keparahannya, penurunan efektivitas vaksin yang signifikan seiring waktu (wanning immunity).