Kamis 10 Mar 2022 20:46 WIB

Sebanyak 256 Balita Meninggal karena Covid-19 pada Periode Januari-Maret 2022

Angka kematian Covid-19 pada balita sebesar 3 persen dari total kematian nasional.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Warga mengikuti sosialisasi pola hidup bersih dan sehat di desa Kertajaya, Sukabumi, Jabar pada akhir tahun lalu. Menurut data Kemenkes angka kematian Covid-19 pada balita periode Januari-Maret 2022 mencapai 3 persen dari total kasus kematian nasional. (ilustrasi)
Foto: Prayogi/Republika.
Warga mengikuti sosialisasi pola hidup bersih dan sehat di desa Kertajaya, Sukabumi, Jabar pada akhir tahun lalu. Menurut data Kemenkes angka kematian Covid-19 pada balita periode Januari-Maret 2022 mencapai 3 persen dari total kasus kematian nasional. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada 21 Januari- 6 Maret 2022, sekitar 3 persen dari total 8.230 pasien yang meninggal di Indonesia akibat Covid-19 adalah bayi di bawah usia lima tahun atau balita. Artinya, 256 balita meninggal dalam karena Covid-19.

“Dari 8.320 pasien meninggal akibat Covid-19 ternyata 3 persen di rentang usia 0-5 tahun dan 82 persen atau 6.764 pasien di atas 45 tahun.” Ujar Koordinator Substansi Penyakit Infeksi Emerging Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Ditjen P2P Kemenkes RI Endang Budi Hastuti dalam diskusi daring, Kamis (10/3/2022).

Baca Juga

Sesuai rekomendasi global kelompok ini menjadi kelompok prioritas untuk vaksinasi Covid-19. data nasional menunjukkan bahwa lansia dengan Covid-19 memiliki risiko 3,5 kali lipat untuk meninggal dibandingkan dengan yang bukan lansia, dan lebih tinggi lagi pada lansia dengan penyakit penyerta seperti diabetes, darah tinggi, dan gagal ginjal.

Endang menyebut 51 persen dari pasien Covid-19 yang meninggal masih didominasi mereka yang memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Sementara 49 persen lainnya tanpa komorbid.

Adapun, penyakit komorbid yang banyak diidap pasien Covid-19 adalah diabetes melitus. Selain itu, 16 persen pasien yang meninggal akibat komorbid ini ternyata memiliki riwayat penyakit lebih dari satu jenis.

"Komorbid yang terbanyak ini adalah diabetes melitus, di mana 16 persen pasien memiliki komorbid lebih dari satu," ungkap Endang

Melihat data kumulatif dari 21 Januari-6 Maret 2022, 70 persen pasien meninggal di rumah sakit belum divaksinasi lengkap, 56 persen. Diketahui efek perlindungan vaksin dibandingkan pasien yang belum divaksin yaitu, 3 dosis vaksinasi mengurangi risiko kematian 86 persen, 2 dosis vaksinasi mengurangi risiko kematian 60 persen, 1 dosis vaksinasi mengurangi risiko kematian 29 persen.

"Jadi, memang vaksinasi sangat penting untuk mencegah keparahan bahkan meninggal. Dan dari 8.230 pasien meninggal, rata-rata terinfeksi 5,9 bulan dari vaksinasi kedua," jelas Endang.

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, dalam upaya adaptasi penanganan Covid-19, pemerintah meyakini pencegahan kematian harus diprioritaskan. Berkaca pada perkembangan kasus, angka kematian menurutnya menjadi salah satu prioritas utama dalam proses transisi pandemi ke endemi.

“Dalam periode. Sejak 21 Januari hingga 6 Maret dari 8.230 pasien yang meninggal di rumah sakit, 51 persen memiliki komoditas dan 56 persen lansia dan 70 persen belum divaksinasi lengkap. Artinya, sangat penting untuk melindungi lansia dan kelompok rentan dengan memantau protokol kesehatan dan meningkatkan cakupan vaksinasi dosis penuh,” kata Wiku, Kamis.

 

 

Pemberian vaksin dosis penuh hingga booster, lanjut Wiku, pastinya  dengan mempertimbangkan penurunan efektivitas vaksin karena adanya varian baru. Sehingga, jaminan terbaik dari kekebalan kelompok dapat dicapai dengan memvaksinasi sebanyak mungkin orang.

“Bahkan hingga lebih dari 70 persen penduduk. Sayangnya, berdasarkan vaksin pemerintah, data yang diproses oleh Our World in Data per 6 Maret 2022 hanya 55,3 persen dari populasi telah mendapatkan dosis penuh. Sementara itu, jumlah orang yang telah divaksinasi dengan yang satu itu telah mencapai 69,48 persen atau hampir tujuh puluh persen dari populasi, kita patut bersyukur di tengah keterbatasan vaksin,” tutur Wiku.

Menurutnya, Indonesia telah melampaui pencapaian dosis pertama di dunia. Oleh karena itu, Indonesia harus memanfaatkan akses vaksin dengan sebaik-baiknya dan terus meningkatkan upaya vaksinasi.

“Terutama memastikan bahwa masyarakat menerima dosis vaksin yang lengkap sekaligus sebagai booster untuk kekebalan. kekebalan komunitas yang terbentuk setelah vaksinasi. Mari kita awasi juga dengan sero survei rutin,” ujarnya.

Berdasarkan data dari Satgas Covid-19 terkini, kasus harian Covid-19 di Indonesia mulai turun, pada Kamis (10/3/2022) kasus konfirmasi sebanyak 21.311. Sehingga total saat ini sudah ada 5.847.900 kasus Covid-19 di Tanah Air.

Pada kasus kematian Covid-19 yang bertambah 278 dalam 24 jam terakhir kemarin. Sehingga total kasus kini mencapai 151.413.

Adapun dari jumlah kasus positif itu, sebanyak 5.296.634 di antaranya telah pulih. Pasien yang telah dinyatakan sembuh dari infeksi virus corona bertambah 38.399 dari hari sebelumnya.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menilai, ada banyak faktor yang menyebabkan angka kematian masih cukup tinggi. Salah satunya adalah intervensi di hulu yang masih lemah.

“Sehingga mengakibatkan pasien terdeteksi cepat dan tidak dirujuk cepat , akibatnya tidak ditangani juga cepat nah ini yang membuatnya terjadi kematian,” terang Dicky kepada Republika, Kamis.

Kedua, pemerintah juga harus mengevaluasi pemenuhan kebutuhan setiap pasien yang melakukan isolasi mandiri di rumah. Karena, ada beberapa kasus, pasien kekurangan makanan serta tidak adanya dukungan sosial  yang turut membantu.

Dicky menambahkan, di Indonesia, sebagian besar orang banyak yang enggan ke rumah sakit untuk memeriksakan diri. Sehingga, banyak pula kematian yang terjadi lantaran masih lemahnya deteksi awal di masyarakat.

“Kematian yang kerap terjadi itu memberikan dua pesan penting pertama situasi jawaban masih serius karena kematian adalah indikator keparahan, kedua bahwa berarti ada proses transmisi kasus di masyarakat yang banyak yang tidak terdeteksi dan itu yang wajar karena memang kita masih dalam level community transmission yang terburuk,” terangnya.

 

photo
Layanan publik yang wajib menyertakan kartu BPJS Kesehatan. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement