Kamis 10 Mar 2022 15:12 WIB

Wacana Penundaan Pemilu Disebut Khianati Amanat Konstitusi

Indonesia telah memiliki sistem dan konstitusionalitas pemilu yang mapan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) M. Syaiful Aris berpendapat, wacana penundaan pemilu tidak memiliki argumentasi yang relevan dan mengkhianati amanat konstitusi. Ilustrasi
Foto: republika/kunia
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) M. Syaiful Aris berpendapat, wacana penundaan pemilu tidak memiliki argumentasi yang relevan dan mengkhianati amanat konstitusi. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga (Unair) M. Syaiful Aris berpendapat, wacana penundaan pemilu tidak memiliki argumentasi yang relevan dan mengkhianati amanat konstitusi. Menurutnya, Indonesia telah memiliki sistem dan konstitusionalitas pemilu yang mapan.

Penundaan pemilu dalam sejarah Indonesia, kata dia, hanya pernah terjadi sekali, yakni pada Pemilu 1945 yang ditunda hingga 1955. Penundaan saat itu karena kondisi Indonesia yang baru merdeka dan masih sering mendapatkan agresi militer dari pasukan sekutu.

Baca Juga

"Jadi wajar menurut saya untuk menunda Pemilu saat itu. Nah, kalau sekarang kan kondisinya tidak seperti itu,” kata Aris, Kamis (10/3/2022).

Alumni University of California itu berpendapat, wacana penundaan Pemilu berakibat buruk terhadap penyelenggaraan pemerintah di Indonesia. Esensi penyelenggaraan Pemilu adalah dasar legitimasi kekuasaan pemerintah dari masyarakat. 

Ia berharap, kata dia, pemerintah memiliki legitimasi kuat dari masyarakat untuk menjalankan pemerintahan. “Kekhawatirannya adalah wacana ini dapat memunculkan deligitimasi dari publik apabila direalisasikan. Itu kan bahaya, karena ia mendorong ketidakpercayaan publik. Apalagi penundaan Pemilu itu tidak memiliki argumentasi yuridis dan teknis,” ujarnya.

Aris melanjutkan, karakteristik penyelenggaraan Pemilu erat dengan kondisi kenegaraan. Ia mencontohkan bagaimana berbedanya tingkat kebebasan dan legitimasi Pemilu di Indonesia era demokrasi parlementer, era demokrasi terpimpin, era orde baru, dan era Reformasi. 

Dalam konteks Pilpres 2019 dan Pilpres 2024, ia mengatakan proses demokrasi di Indonesia sudah sesuai jalur. “Memang ada beberapa aspek pelaksanaan yang harus kita sempurnakan, tetapi hendaknya itu tidak mengubah prinsip dasar. Namun apabila wacana ini dibiarkan, maka takutnya akan menurunkan indeks demokrasi Indonesia," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement