REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penceramah kondang Ustaz Abdul Somad masuk dalam daftar ustaz radikal dalam tangkapan layar yang viral di media sosial (medsos). Hal itu tidak lama setelah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis lima ciri penceramah radikal.
"Ketika dibuatkan daftar itu, apakah resmi atau tidak, masyarakat itu dicerdaskan tentang hoax. Setiap hari kita, diajak untuk memerangi hoax, lalu kemudian ini perlu diklarifikasi resmi atau tidak. Lalu dibuatlah hendaknya dibuat definisi apa dan siapa itu radikal," kata UAS di channel Youtube Karni Ilyas Club dikutip di Jakarta, Kamis (10/3).
Menurut UAS, definisi apa dan siapa yang masuk dalam daftar radikal itu harus dibuat untuk menentukan secara tepat. Jika tidak, masyarakat bisa penasaran dan mencari siapa sosok ustaz radikal yang dimaksud. Apalagi, kata dia, daftar penceramah radikal muncul menjelang Ramadhan.
"Bahayanya ini bisa jadi iklan gratis, masyarakat yang sebelumnya tidak kenal malah dicari. Jadi, diharapkan supaya masyarakat berhati-hati, malah masyarakat mencari karena akhirnya ketemu dan masyarakat tertarik pembicaraannya," kata UAS.
Menurut dia, ulama yang berceramah di masjid membicarakan keadilan itu bukan termasuk radikal. UAS malah mencontohkan, yang radikal itu kalau ibu-ibu membicarakan minyak goreng dan tahu tempe yang langka di pasaran. "Itu radikal. Itu bagi mereka radikal," ucap UAS.
Host Karni Ilyas pun bertanya kepada UAS tentang peringatan agar tidak mengundang atau mendengarkan khutbah ustaz radikal. UAS menjelaskan, masyarakat sudah terbiasa mendengar jika ada pengumuman A, yang terjadi malah B. Jika ada ustaz B diumumkan tidak baik, logika masyarakat berarti ustaz B baik.
"Kalau yang didefinisikan radikal itu orang yang menolak dasar Negara Republik Indonesia, saya sampai hari ini, sahabat yang saya kenal, belum pernah jumpa. Jadi, kalau memang ada orang terbukti demikian, sesuai negara hukum ya ditangkap saja. Kalau tidak itu menjadi fitnah, menjadi isu, tuduh-menuduh, menjadi pembunuhan karakter semua," kata UAS.
Sebelumnya, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Ahmad Nurwakhid menjelaskan, lima indikator penceramah radikal. Pertama, mengajarkan ajaran anti-Pancasila dan prokhilafah transnasional. Kedua, mengajarkan paham takfiri. Ketiga, menanamkan sikap antipemimpin atau pemerintahan yang sah. Keempat, memiliki sikap eksklusif dan intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman. Kelima, memiliki pandangan antibudaya dan kearifaan lokal keagamaan.