Ahad 06 Mar 2022 03:30 WIB

Ini Mengapa Harga Daging Sapi Melonjak

Kota Bandung masih banyak mengandalikan sapi impor.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Teguh Firmansyah
Kondisi lapak pedagang sapi yang tutup di Pasar Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (1/3/2022). Menurut penuturan pengelola, sejumlah pedagang daging sapi di pasar tersebut melakukan aksi mogok berjualan selama lima hari yang disebabkan harga daging sapi yang mencapai Rp 140.000 per kilogram.
Foto: ANTARA/ Fakhri Hermansyah
Kondisi lapak pedagang sapi yang tutup di Pasar Tambun, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Selasa (1/3/2022). Menurut penuturan pengelola, sejumlah pedagang daging sapi di pasar tersebut melakukan aksi mogok berjualan selama lima hari yang disebabkan harga daging sapi yang mencapai Rp 140.000 per kilogram.

REPUBLIKA.CO.ID,  BANDUNG -- Kenaikan harga pangan terjadi di beberapa daerah, termasuk Kota Bandung. Harga daging sapi menjadi salah satu komoditas yang menunjukkan kenaikan yang signifikan.

Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung Elly Wasliah mengatakan, lonjakan harga daging sapi disebabkan oleh kenaikan harga ternak dan daging sapi di Australia dan New Zealand, sebagai negara pemasok daging sapi di Kota Bandung.  “Untuk saat ini masih karena harga ternak dan daging impor yang naik di Australia dan New Zealand, karena memang ada beberapa faktor ya, mulai dari proses distribusi yang tersendat, kontainernya, atau lainnya, jadi ini memang ada banyak faktor dari kenaikan harga ini,” kata Elly saat dihubungi Republika.co.id, Sabtu (5/3/2022).

Baca Juga

 

Elly menjelaskan, selama ini Kota Bandung memang masih bergantung pada kedua negara tersebut untuk memenuhi pasokan daging sapi, baik dalam bentuk ternak maupun daging beku (frozen beef). Untuk ternak, Elly mengatakan bahwa 90 persen sapi yang dipotong di dua Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bandung, di Ciroyom dan Cirangrang,  merupakan sapi impor asal Australia. Sementara untuk daging beku, keseluruhannya merupakan daging impor dari New Zealand dan Australia.

 

“Sebagai contoh, selama 2021, jumlah daging yang dipotong di RPH Kota Bandung ada 16.288 ekor, dari dari jumlah itu 90 persennya adalah sapi impor. Ini menunjukkan bahwa Kota Bandung sangat tergantung pada ternak dan daging impor karena yang lokal memang hanya 10 persen,” kata Elly.

 

Dia menjelaskan, saat ini, harga bobot hidup ternak sapi dipatok Rp 54 ribu per kilo, sedangkan karkas berkisar di harga Rp 102.000-107.000 per kilo. Jika merujuk pada harga daging sapi di pasaran saat ini, Elly menganggap bahwa harga Rp 130 ribu per kilo masih sangat wajar.

 “Untuk sekarang harga hampir rata di Rp 130 ribu per kilo yang normalnya harga daging sapi itu di Rp 110.000-120.000. Tapi kalau merujuk pada harga karkas yang sudah mencapai Rp 102.000, seharusnya harga daging bisa lebih dari Rp.130.000, jadi harga saat ini bisa disebut normal,” kata Elly.

 

Meski begitu, Elly menegaskan bahwa stok daging sapi di Kota Bandung masih terbilang aman, karena pemerintah juga telah mempersiapkan pasokan dari jauh-jauh hari untuk mengantisipasi kelangkaan menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Dia menjelaskan, saat ini, kebutuhan daging sapi di Kota Bandung masih normal, 16 ton per hari, dan jumlah ini dipastikan meningkat saat menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.

 

“Biasanya menjelang ramadhan kebutuhan daging meningkat, baik daging sapi maupun ayam, karena ada semacam tradisi munggahan, dimana ini biasanya menyajikan daging sebagai menu wajib,” kata dia.

Bulog Cabang Bandung, kata Elly, telah memesan 10 ton daging sapi untuk persiapan Ramadhan dan Idul Fitri, dan lima ton diantaranya telah tiba di Kota Bandung. Meski pasokan telah disiapkan, namun kenaikan harga daging, kata Elly, masih sangat mungkin terjadi.

 

“Kalau menjelang Ramadhan biasanya naik sampai Rp 140-150 ribu, biasanya, itu sudah setiap tahun terjadi, bukan tahun ini saja. Karena memang permintaan atau kebutuhan daging sapi menjelang Ramadhan selalu meningkat, dua hingga tiga kali lipat. Nanti apalagi menjelang Idul fitri, bisa enam sampai tujuh kali lipat kenaikannya. Jadi ini kebiasaan normal,” prediksinya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement