REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Pedagang daging sapi se-Jabodetabek dikabarkan akan mogok berjualan, imbas dari naiknya harga daging sapi. Meski demikian, pedagang daging sapi di pasar-pasar Kota Bogor tetap berjualan seperti biasa.
“Pasar di Bogor pedagang daging masih normal dan tidak mogok jualan. Harga daging sapi berada di kisaran Rp 130 ribu sampai Rp 135 ribu per kilogram,” kata Direktur Utama Perumda Pasar Pakuan Jaya (PPJ) Kota Bogor, Muzakkir, kepada Republika, Selasa (1/3).
Muzakkir mengakui, harga daging sapi di sejumlah pasar di Kota Bogor memang mengalami peningkatan. Dari semula di angka Rp 110 ribu per kilogram, saat ini berada di angka Rp 130 ribu hingga Rp 135 ribu per kilogram.
Menurut Muzakkir, naiknya harga daging sapi berasal dari naiknya harga dari peternak dan impor daging sapi. Yakni dari Australia dan Selandia Baru.
Di samping isu kenaikan harga tersebut, Muzakkir juga mendapat informasi terkait pedagang daging sapi se-Jabodetabek akan mogok berjualan selama lima hari mulai Senin (28/2) hingga Jumat (4/3). Walaupun pedagang daging sapi di pasar-pasar se-Kota Bogor masih tetap berjualan.
“Tapi kami monitor terus di lapangan,” imbuhnya.
Pedagang daging sapi di Pasar Anyar, Engkus, turut merasakan kenaikan harga daging sapi. Ia menyebutkan, saat ini daging sapi lokal dijual seharga Rp 135 ribu per kilogram, dan daging impor seharga Rp 125 ribu per kilogram.
Sementara itu, lanjutnya, harga daging sapi bagian paha belakang menyentuh Rp 145 ribu per kilogram hingga Rp 160 ribu per kilogram saat ini. Kenaikan harga daging sapi juga terjadi untuk daging sapi murni menjadi Rp 142 ribu per kilogram dari yang sebelumnya Rp 115 ribu per kilogram.
“Kenaikan memang tidak sekaligus, naik seribu sehari selama dua minggu terakhir. Hingga kini, Rp 135 ribu sampai Rp 160 ribu,” tuturnya.
Terkait imbauan mogok massal di pedagang daging se-Jabodetabek selama lima hadi, Engkus mengaku mengetahuinya, namun tidak mengambil bagian. “Kami sepakat, rata-rata pedagang di Kota Bogor tidak ikut setop berjualan,” kata Engkus.
Menurut dia, para pedagang memang harus mengeluarkan modal jualan lebih besar dari biasanya akibat naiknya harga daging. Namun, dengan melakukan mogok justru bisa membuat ia dan teman-teman pedagang lainnya lebih rugi.
“Kalau jualan modal paling nambah sekitar Rp 20 ribu per kilogram. Tapi kalau nggak jualan, kita bisa rugi lebih besar. Harus biaya sewa kios, stok daging yang tersisa, juga uang dapur (keseharian) dari untung jualan,” katanya.
Pedagang lain, Opik, menambahkan setelah beberapa pekan harga daging naik secara berkala, daya beli masyarakat terhadap daging sapi jadi berkurang.
“Untuk konsumen ada saja setiap hari. Tapi rata-rata yang berlangganan seperti tukang bakso atau warung mengurangi jatahnya, biasanya 10 kilogram hanya beli 5 kilogram sampai 7 kilogram,” ucap Opik.
Melihat kondisi ini, ia pun mengurangi pemesanan daging dari agen. Dimana setiap tiga hari sekali, ia mendapatkan jatah 100 kilogram hingga 125 kilogram. Namun untuk saat ini Opik hanya memesan 60 hingga 75 kilogram.
“Biasanya kalo masih ada sisa daging, saya jual ke pedagang lain dengan harga murah,” ujarnya.
Baik Engkus maupun Opik berharap harga daging sapi kembali ke harga normal seperti Januari lalu. Terutama menjelang Ramadan harga daging sapi bisa turun segera.