Kamis 24 Feb 2022 22:33 WIB

Semua Agama Diyakini Selalu Menghargai Perbedaan

Ini menjadi berbeda karena pemahaman atas tafsir agama berbeda-beda.

Diskusi dan bedah buku
Foto: istimewa/tangkapan layar
Diskusi dan bedah buku

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Direktur Jaringan Moderat Indonesia, Islah Bahrawi mengatakan setiap agama, pada dasarnya selalu menghargai perbedaan dan melawan segala bentuk kebencian dengan berlabel agama. Makna dasar itu menjadi berbeda, karena pemahaman manusia sebagai pemeluk dari tafsir-tafsir agama.

"Kejahatan atas nama agama akan selalu terlihat terhormat. Keluarga jadi benteng pertama untuk mencegah penyebarannya,” kata Islah dalam siaran persnya. Islah melakukan bedah buku yang dia tulis dengan judul 'Intoleransi dan Radikalisme Kuda Troya Politik dan Agama’, di Jakarta,  Kamis (24/2/2022).

Kegiatan bedah buku ini juga dihadiri, Penasehat Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Andy Soebjakto. Sebagai penanggap ada Direktur Eksekutif Imparsial  Al Araf, dan Wakil Ketua Khotib Syuriah PWNU DKI Jakarta Taufik Damas.

Kegagalan pada pemahaman makna dasar agama, kata Islah, ketika muncul kesimpulan bahwa segala tindak radikalisme selalu berlandaskan pada agama tanpa melihat faktor-faktor lainnya. "Radikalisme tidak hanya berlandaskan agama, tapi ada juga yang berlandaskan pada ekonomi dan politik," kata Islah.

Memang harus diakui, kata dia, isu agama selalu menarik diberdebatkan. Bahkan, kejahatan yang dilabel dengan agama belakangan seperti satu hal terhormat bagi kelompok tertentu.

"Kejahatan atas nama agama akan selalu terlihat terhormat. Karena semua kejahatan yang menggunakan agama sebenarnya hanya ingin menormalisasi kejahatan itu sendiri,” papar dia.

Sehingga, kata Islah, melalui buku yang dia tulis itu, ada harapan bahwa publik bisa kembali pada konsep awal agama yang membawa pesan kemanusiaan dan kedamaian. "Apa pun agama dan tafsir yang diyakininya, jika dua prinsip ini dijalankan secara utuh maka agama tidak akan melenceng di kalangan penganutnya,” kata Islah.

Andy Soebjakto mengingatkan soal ancaman adanya algoritma sosial yang memicu benturan sosial dengan berbaju agama terus meningkat. "Media sosial tidak bisa dikontrol; Tantangan kita tidak cuma struktural, tapi juga ideologi transnasional juga terus masuk sehingga kita perlu waspada,” paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement