REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polda Metro Jaya menolak laporan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Roy Suryo, yang melaporkan Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas terkait pernyataan suara toa masjid dengan gonggongan anjing. Dalam laporannya, Roy Suryo mempersangkakan pasal 156 A KUHP tentang penistaan agama dan pasal 28 ayat 2 jo 45 ayat 2 tentang ITE.
"Setelah melakukan konsultasi yang cukup panjang di Polda Metro tidak seperti biasa saya keluar membawa tanda bukti lapor saya hari ini tidak berhasil membawa bukti lapor," ujar Roy kepada awak media di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (24/2).
Menurut Roy Suryo, ada dua alasan pihak kepolisian menolak laporannya. Pertama pernyataan Menag soal suara toa Masjid dan suara gonggongan anjing tidak memenuhi unsur penistaan agama seperti yang dilaporannya. Ia menyertakan pasal 156A tentang penistaan agama dalam laporannya tersebut.
"Pendapat kami sama dengan pendapat masyarakat, jadi ada satu hal tidak pantas dilakukan hanya sayangnya di pasal 156A hal tidak pantas itu menurut konsultasi pihak kepolisian belum bisa masuk unsur pidana di pasal 156A," kata Roy.
Selain itu, lanjut Roy, alasan polisi menolak laporan tersebut adalah karena locus de licti atau tempat kejadian saat Yaqut menyebutkan pernyataan itu di Pekanbaru, Riau. Maka semestinya Roy melaporkannya ke Polda Riau atau Bareskrim Polri. Karena itu, dia menyayangkan penolakan laporan yang dibuatnya itu.
"Jadi saya berharap belum berhasilnya (laporan) kami tidak membuat eskalasi lebih besar di masyarakat dan semoga masyarakat bisa sementara memaklumi hal ini dan akan ada nyali lebih besar dari penegak hukum untuk proses kasus ini," keluh Roy Suryo.
Sebelumnya, pernyataan Menag Yaqut menuai kecaman dari berbagi pihak. Karena dianggap membandingkan suara toa Masjid dan Musala dengan suara gonggongan anjing. Hal ini dikatakan saat Yaqut membahas soal surat edaran tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Surat edaran itu mengatur soal batas volume dari toa atau pengeras suara di Masjid maupun Mushala yang hanya diperbolehkan maksimal 100 dB (desibel) agar tidak mengganggu warga.
Dia mencontohkan suara-suara lain yang dapat menimbulkan gangguan. Salah satunya suara gonggongan anjing.
"Yang paling sederhana lagi, kalau kita hidup dalam satu kompleks, misalnya. Kiri, kanan, depan belakang pelihara anjing semua. Misalnya menggonggong dalam waktu bersamaan, kita ini terganggu nggak? Artinya apa? Suara-suara ini, apa pun suara itu, harus kita atur supaya tidak jadi gangguan. Speaker di mushala-masjid silakan dipakai, tetapi tolong diatur agar tidak ada terganggu," jelas Yaqut.