Kamis 24 Feb 2022 17:07 WIB

Kemenkes Terus Pantau Tren Omicron

Saat itu puncak kasus positif mencapai angka 56 ribuan.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andi Nur Aminah
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi.
Foto: Dok BNPB
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dr Siti Nadia Tarmizi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penularan Covid-19 varian omicron terus terjadi di Tanah Air, bahkan melonjak sebulan terakhir. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku terus memantau dan melihat tren perkembangan Omicron. Sesditjen Kesehatan Masyarakat dan Juru Bicara Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengakui, jika dibandingkan dengan gelombang kasus varian Delta pada pertengahan 2021 lalu, saat itu puncak kasus positif mencapai angka 56 ribuan.

Sedangkan saat ini pemerintah melihat adanya tren peningkatan jumlah kasus dengan varian Omicron yang sudah menyentuh angka 64.700 pada pertengahan Februari 2022. Pihaknya menyadari ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. 

Baca Juga

"Akan tetapi, pemerintah terus memantau tren dan pola tersebut serta optimis dapat menekan transmisi varian Omicron. Tentunya kita harus bersiap-siap dan waspada akan datangnya gelombang ketiga setelah melihat pola peningkatan kasus positif Covid-19 saat ini," ujarnya saat mengisi konferensi virtual Asian Insights Conference 2022 sesi pertama bertajuk The Road To Endemic: Finding Normal In New Normal, Kamis (24/2/2022).

Setelah menghadapi gelombang pertama dan kedua, serta dengan melihat perkembangan dan langkah yang diambil oleh negara lain, Nadia mengaku Kemenkes semakin memahami pola transmisi Covid-19 khususnya saat ini varian Omicron. Ia membandingkan jika pada gelombang kedua, tingkat kematian per hari dapat mencapai 2.500, pada varian Omicron kali ini, tingkat kematian jauh lebih rendah dengan angka 200-an. 

Dilihat dari sisi keterisian tempat tidur di rumah sakit (BOR), pada gelombang varian Delta secara nasional mencapai lebih dari 60 persen, saat ini tingkat keterisian perawatan rumah sakit nasional berada pada kisaran 30 persen. "Sehingga dalam segi penanganan, belum perlu dilaksanakan “penarikan rem darurat”. Tetapi pemerintah tetap memberlakukan pembatasan mobilitas dan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) level tiga, dibarengi dengan percepatan vaksinasi, tes, dan pelacakan,” ujarnya.

Kendati demikian, Nadia percaya bahwa penanganan Covid-19 memerlukan upaya dari hulu ke hilir. Apabila deteksi dini, edukasi bagi masyarakat, serta langkah-langkah pencegahan merupakan strategi yang dilakukan di hulu untuk pengendalian transmisi, Nadia menyebutkan transformasi layanan kesehatan yang disiapkan Kemenkes diperlukan untuk penanganan kasus di hilir ketika seseorang telah dinyatakan positif Covid-19. Di antaranya menyiapkan layanan telemedicine untuk pasien Covid-19 yang isolasi mandiri tanpa gejala dan bergejala ringan. 

Sementara fasilitas kesehatan hanya menerima pasien Covid-29 kasus sedang, berat, dan kritis. Selain itu, dia melanjutkan, rumah sakit juga membuka rawat jalan kini juga bisa melakukan konsultasi dengan telemedicine.

"Sehingga, diharapkan dengan adanya transformasi ini, fasilitas-fasilitas kesehatan di Indonesia dapat lebih siap menanggapi kasus dan telah dilengkapi dengan sumber daya yang mumpuni," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement