REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Perajin tahu dan tempe di Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari sejak Senin (21/2) hingga Rabu (23/2). Aksi itu sebagai bentuk protes atas tingginya harga kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu tempe yang terjadi belakangan ini.
Di daerah Kedaung, Pamulang, Tangsel, sejumlah warga yang berprofesi sebagai perajin tempe tampak berkumpul di lokasi pembuatan tempe di kawasan Jalan Wahid. Namun, aktivitas yang mereka lakukan bukanlah memproduksi tempe, melainkan melakukan sejumlah kegiatan lain, diantaranya renovasi lokasi produksi.
"Lagi mogok kerja kami selama tiga hari ke depan. Ini pada ngumpul bukan produksi tempe," tutur Ade (43 tahun), salah satu perajin tempe saat ditemui di lokasi produksi di Kedaung, Senin (21/2).
Kawasan Kedaung merupakan salah satu daerah di Tangsel yang warganya bekerja sebagai perajin tempe dan tahu. Ade mengatakan, jumlah warga yang menggeluti profesi itu mencapai hingga ribuan dan rata-rata perorangan, bukan pabrik. "Di sini warganya rata-rata perajin tempe tahu. Ada sekitar seribuan, dan semuanya kompak mogok kerja selama tiga hari ini," tuturnya.
Ade mengungkapkan, aksi mogok kerja selama tiga hari dilakukan setelah adanya arahan selembaran surat edaran dari Paguyuban Perajin Tahu Tempe se-Jabodetabek. Mogok kerja yang dilakukan diantaranya bertujuan meminta pemerintah untuk dapat mengendalikan harga kedelai yang saat ini tengah melambung.
Pasalnya, kenaikan harga kedelai yang diketahui saat ini bergerak di angka Rp 11.600 per kilogram (kg), sementara harga tahu dan tempe di pasaran stabil, membuat para perajin tercekik. Banyak dari mereka yang keuntungannya terjepit hingga tidak memperoleh keuntungan.
Hingga saat ini diketahui harga tempe yang dijual di pasar seharga Rp5.000 per potong. Ade berpendapat setidaknya dengan harga kedelai yang tinggi, harga tempe bisa naik menjadi Rp 6.000 per potong.
"Aksi ini supaya pemerintah mendengar kami minta harga kedelai dikondisikan, turun. Kalau harga kedelai enggak turun, harga tempe ya naik. Di sisi lain, supaya masyarakat tahu kondisi perajin tahu tempe seperti ini," ungkapnya.
Mulyana (42), seorang pengusaha tahu sumedang di Kedaung mengaku juga ikut melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari. Seluruh karyawan yang berjumlah 10 orang diliburkan hingga Rabu (23/2) mendatang. "Ikut mogok. Karena (kalau tidak ikut mogok kerja) sanksinya (pabrik) bisa diacak-acak," kata dia.
Mulyana mengaku resah dengan kondisi harga kedelai yang menurutnya memberatkan kondisi bisnis yang telah dijalaninya selama 20 tahun itu. Dia pun berharap aksi menyetop produksi sementara yang dilakukan se-Jabodetabek bisa berdampak pada upaya pemerintah dalam menstabilkan harga kedelai.
"Yang saya jual ke pasar Rp 32 ribu per loyang. Kalau buat harga (kedelai) sekarang, enggak ada untungnya. Mudah-mudahan ada turun harga (kedelai) dengan adanya aksi. Kalau masih tinggi, seenggaknya saya bisa jual tahu sumedang dari Rp 32 ribu menjadi Rp 35 ribu per loyang," katanya.