REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Karantina Pertanian Surabaya menggagalkan penyelundupan ratusan ekor burung secara ilegal dari Timika, Papua, menuju Surabaya, Jawa Timur. Selain ratusan ekor burung, ada juga satu ekor Walabi yang mencoba diselundupkan menggunakan kapal dari Timika ke Surabaya tanpa dilengkapi dokumen.
"Kami sebelumnya sudah mendapatkan informasi mengenai kapal dari Timika yang membawa sejumlah burung tanpa dokumen. Kabarnya kapal itu sandar di Tanjung Perak dini hari," kata Penanggung Jawab Karantina Hewan Wilayah Kerja Tanjung Perak, Tetty Maria dikonfirmasi Ahad (20/2/2022).
Tetty merinci, ratusan ekor burung yang diamankan terdiri dari 100 ekor burung nuri kelam, 27 ekor burung pipit merah papua, 1 ekor burung pitohui, dan 21 ekor burung jagal papua. Kemudian ada 55 ekor burung emprit merah, 1 ekor burung kepodang, 55 ekor burung emprit, 1 ekor burung bayan hijau, dan 3 ekor burung nuri kepala hitam.
"Ditambah satu ekor Walabi, sehingga total satwa yang ditemukan adalah 265 ekor," ujar Tetty.
Tetty mengungkapkan, ratusan satwa yang tidak dilengkapi dokumen tersebut ditemukan di dalam kamar mandi Kapal Tanto yang berlayar dari Pelabuhan Timika menuju Surabaya. Terdapat dua jenis burung yang dilindungi yang berhasil diamankan yakni nuri kelam dan nuri kepala hitam.
"Keseluruhan satwa yang ditemukan tidak dilengkapi dengan dokumen persyaratan karantina yang telah ditetapkan," kata Tetty.
Kepala Karantina Pertanian Surabaya Cicik Sri Sukarsih menyebutkan, penggagalan tersebut merupakan tindak lanjut dari hasil koordinasi Karantina Pertanian Surabaya Wilayah Kerja Pelabuhan Tanjung Perak dengan instansi terkait. Hal ini sejalan dengan instruksi Kepala Badan Karantina Pertanian untuk meningkatkan sinergisitas dalam melaksanakan sistem perkarantinaan.
Ia juga menjelaskan, sepanjang 2021 pihaknya telah menggagalkan 33 kasus pemasukan burung ilegal dengan total burung yang diamankan sebanyak 13.000 ekor. Kemudian di 2022, penanganan kasus sebanyak 6 kali dengan total burung yang diamankan sebanyak 4.800 ekor.
Pelaku dapat dijerat Pasal 40 ayat (2) Jo Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancamannya berupa hukuman pidana 5 tahun. Selain itu, pelaku juga bisa dijerat Pasal 88 huruf (a) dan huruf (c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan tumbuhan dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.
"Selanjutnya burung-burung tersebut dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan apakah satwa tersebut bebas terhadap penyakit dan kemudian akan diserahkan kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jawa Timur untuk dilepasliarkan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku," kata Cicik.
Cicik pun mengajak masyarakat untuk menjaga kelestarian alam dan satwa liar. Ia juga serius akan mengusut tuntas setiap perbuatan penyelundupan satwa. "Saya berharap masyarakat semakin sadar untuk lapor karantina," ujarnya.