Kamis 10 Feb 2022 22:01 WIB

Kemenlu: Mahasiswa Papua Dipulangkan dari Luar Negeri karena Akademis

Kemenlu membantah pemulangan mahasiswa itu terkait perubahan UU Otsus Papua.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Teuku Faizasyah mengatakan, Kemenlu telah melakukan koordinasi soal rencana pemulangan mahasiswa Papua penerima beasiswa di sejumlah negara. Pihaknya pun telah melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait seperti Badan Pengembangan Sumber Daya (BPSDM) Provinsi Papua, Kementerian Dalam Negeri RI, hingga Kementerian Keuangan RI dan lembaga terkait.

"Kemenlu mendapatkan informasi dari perwakilan di beberapa negara mengenai rencana pemulangan tersebut, dan untuk memastikan proses pemulangan bisa berjalan lancar, kami telah mengadakan rapat bersama antara BPSDM Papua dengan beberapa perwakilan terkait yang dikabarkan beberapa mahasiswanya harus dipulangkan," ujar Faizasyah dalam pertemuan pers pekanan secara virtual, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga

Berdasarkan pemaparan yang diberikan BPSDM Provinsi Papua, alasan pemulangan beberapa mahasiswa penerima beasiswa tersebut adalah berdasarkan perkembangan dalam di kampus masing-masing di luar negeri. Faizasyah mengatakan, menurut BPSDM Papua terdapat tiga kriteria yang digunakan dalam memutuskan untuk pemulangan mahasiswa, salah satunya yakni batas waktu studi maksimal enam tahun untuk S1.

Selain itu nilai hasil studi, dan disiplin mahasiswa seperti sejauh mana mereka melaporkan secara reguler kemajuan belajar ke pihak pemerintah daerah Papua juga dijadikan pertimbangan dalam keputusan pemulangan ini. "Berangkat dari laporan inilah mereka bisa mengukur kemajuan dari studi mahasiswa-mahasiswa Papua penerima beasiswa di beberapa negara di Luar Negeri," katanya.

Faizasyah mengatakan, keputusan BPSDM Papua untuk memulangkan beberapa mahasiswa tersebut senyatanya adalah terkait dengan kemajuan studi mereka. "Jadi ini tidak sama sekali seperti isu yang berkembang yang dikaitkan dengan transfer dana pusat ke daerah yang berdasarkan perubahan Undang-Undang khusus tidak lagi ke Pemerintah Provinsi namun ke Pemerintah Kabupaten," ujar Faizasyah.

Dalam konteks tersebut pula, pihak Kemenlu RI sudah memfasilitasi pertemuan antara Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri dan BPSDM Papua sehingga isu-isu yang menjadi kementerian teknis dapat diketahui dan didengarkan oleh semua pihak. "Berdasarkan rapat-rapat yang kita lakukan sudah sangat jelas bahwa pemulangan tersebut betul-betul terkait dengan kemajuan akademis para mahasiswa," tegasnya.

"Dalam proses ini Kemenlu RI memberikan instruksi kepada perwakilan di Selandia Baru, Amerika serikat dan sejumlah negara lain untuk terus memberikan dorongan semangat kepada mahasiswa Papua sehingga bisa memfasilitasi proses kepulangan mereka dengan baik," jelasnya.

Sebelumnya Aliansi Internasional Asosiasi Pelajar Papua di Luar Negeri (IAPSAO) mengeluarkan surat terbuka pada Januari. Mereka mengatakan, bahwa perubahan pendanaan yang dibuat di bawah undang-undang otonomi baru akan memiliki dampak yang melumpuhkan bagi pendidikan.

IAPSAO mendesak pemerintah pusat mengembalikan 10 persen dana otonomi khusus (otsus) ke sektor pendidikan ke Pemprov Papua. Menurut mereka, langkah tersebut harus dilakukan demi kelangsungan dan keberlanjutan kebijakan pembangunan sumber daya manusia Papua melalui Program Beasiswa Unggul Papua.

"Kami mahasiswa asli Papua penerima beasiswa luar negeri Pemerintah Provinsi Papua mendesak pemerintah pusat untuk mengembalikan dana alokasi 10 persen otsus pada sektor pendidikan ke Pemprov Papua," demikian bunyi pernyataan IAPSAO seperti dikutip laman Asia Pacific Report, Kamis.

Mereka juga mendesak pemerintah pusat bertanggung jawab terhadap implikasi buruk atas perubahan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua yang berdampak pada Program Beasiswa Unggul Pemprov Papua. Selain itu, mereka meminta pemerintah pusat berhenti membunuh sumber daya manusia Papua dengan kebijakan politik. Menurut aliansi mahasiswa, pemberhentian dan pengalihan dana 10 persen pendidikan yang dikelola oleh Pemprov Papua merupakan pembunuhan investasi sumber daya manusia untuk masa depan Papua melalui pendidikan.

Menurut laman Asia Pacific Report, sekitar 125 mahasiswa penerima beasiswa Papua diperintahkan pulang, mereka diantaranya 41 mahasiswa di Selandia Baru, dan 84 di AS. Pelajar Papua yang belajar di Australia, Kanada, Jerman, Jepang, Rusia, dan Amerika Serikat juga terpengaruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement