Sabtu 05 Feb 2022 04:19 WIB

Omicron dan Nasib Olahraga Kita

Sikap gegabah menyikapi omicron justru bisa menjadi buah simalakama.

Menanjak kasus Covid-19 akibat varian Omicron harus disikapi penyelenggara olahraga kita. Foto pertandingan IBL saat pebasket Tangerang Hawks Basketball Club Keefe Fitrano Yoshe (kedua kiri) melakukan lay up dibayangi pebasket Prawira Bandung Moh Alan.
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Menanjak kasus Covid-19 akibat varian Omicron harus disikapi penyelenggara olahraga kita. Foto pertandingan IBL saat pebasket Tangerang Hawks Basketball Club Keefe Fitrano Yoshe (kedua kiri) melakukan lay up dibayangi pebasket Prawira Bandung Moh Alan.

Oleh : Mohammad Akbar, Redaktur Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Badai Covid-19 kembali menunjukkan agresifitasnya di Indonesia. Varian omicron yang dituding menjadi penyebab terjadinya lonjakan positivity rate Covid-19 mulai dirasakan oleh dunia olahraga.

Berdasarkan data yang dirilis Tim Satgas Covid-19 Liga 1 pada Rabu (2/2/2022) ada sebanyak 52 pemain yang dinyatakan positif Covid-19. Semuanya terpapar saat berada di Bali. Usulan agar menghentikan sementara penyelenggaraan Liga 1 pun mulai terdengar.

Satu di antaranya berasal dari kubu Persib Bandung. Usulan agar kompetisi Liga 1 dihentikan sementara itu disampaikan oleh Komisaris PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), Umuh Muchtar.

Usulan itu didasarkan karena kubu Maung Bandung menjadi salah satu penyumbang terbesar pemain dan ofisial yang terpapar corona. Tercatat juga Persib bersama Madura United, masing-masing telah menyumbang lebih 30 persen dari total 52 pemain yang positif Covid-19.

Namun sampai kini pihak operator Liga 1, PT Liga Indonesia Baru (LIB), masih belum menunjukkan sinyal untuk menghentikan gelaran kompetisi Liga 1 yang berlangsung di Bali. Sepertinya masih banyak pertimbangan yang harus ditakar.

Hal berbeda justru ditunjukkan oleh penyelenggara Indonesian Basketball League (IBL) yang langsung menghentikan sementara pertandingan seri kedua musim ini. Berdasarkan jadwal, seri kedua yang digelar di Bandung ini digelar pada 29 Januari sampai 5 Februari mendatang.

Mitigasi risiko yang dilakukan penyelenggara IBL tak lagi melihat berapa banyak populasi manusia yang terpapar. Namun, mereka lebih mengedepankan faktor antisipasi keamanan dan kesehatan bersama.

Setidaknya, mitigasi ini perlu juga menyimak prediksi yang pernah disampaikan oleh epidemiolog Griffith University Australia, Dicky Budiman. Pada Januari silam, Budiman memperkirakan puncak infeksi omicron di Indonesia akan terjadi pada akhir Februari atau awal Maret.

Adanya kabar ini, tentunya harus menjadi perhatian buat penyelenggara MotoGP Mandalika yang akan dihelat pada 18-20 Maret mendatang. Euforia untuk menggelar kembali balapan MotoGP setelah kali terakhir menggelarnya pada 1997 di Sirkuit Sentul, Bogor, tentunya tak boleh mengabaikan aspek kesehatan.

Di sinilah pentingnya membangun kerjasama lintaspihak untuk mencegah penyebaran omicron tak terus meluas di negeri ini. Tindakan mitigasi risiko yang sudah dilakukan oleh penyelenggara IBL, rasanya patut diapresiasi dan bisa dijadikan rujukan oleh penyelenggara MotoGP.

Di saat grafik positivity rate Covid-19 sedang memperlihatkan lajunya yang meningkat di negeri ini, alangkah bijak untuk bersikap waspada. Mengedepankan ego untuk tetap menggelar kegiatan olahraga yang berpotensi menimbulkan banyak interaksi secara dekat, rasanya menjadi kurang pas di saat seperti sekarang.

Sudah sepatutnya, pihak penyelenggara MotoGP Mandalika terus berharap agar laju penyebaran Covid-19 bisa segera ditangani secara baik. Jika kita ingin bisa kembali menjadi tuan rumah bagi penyelenggaraan MotoGP maka menyimak dan mengikuti saran ahli kesehatan menjadi hal paling utama. Sikap gegabah justru bisa menjadi buah simalakama.

Artinya, untuk bisa memuluskan hajatan akbar olahraga di atas sirkuit yang baru dibangun dengan menyedot anggaran mencapai Rp 1,2 triliun perlu mempertimbangkan dan mendengarkan masukan dari ahli kesehatan. Di sisi lainnya juga, harapan besar para pembalap dan operator MotoGP bisa lebih mengetatkan lagi protokol kesehatannya.

Terakhir, supaya penyelengaraan olahraga di negeri ini bisa kembali membaik dan membangkitkan harapan agar kita semua bisa melewati gelombang ketiga Covid-19 dengan mulus maka perlu kiranya mengendapkan kalimat bijak dari Sun Tzu. Dalam bukunya yang kesohor, The Art of War, filusuf sekaligus jenderal perang dari dinasti Wu yang hidup pada abad kelima sebelum masehi itu menuliskan,”Kemenangan datang dari peluang yang ditemukan dalam masalah.”

Semoga saja dunia olahraga kita akan bisa melewati badai covid-19 ini secara baik. Rasanya, begitu hambar hidup ini jika olahraga yang melibatkan interaksi banyak orang harus dihentikan secara permanen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement