Kamis 03 Feb 2022 18:12 WIB

Klarifikasi Boy Rafli Soal Kata Terafiliasi dan Janji Hindari Diksi Resahkan Umat

Boy menyambangi MUI meminta maaf terkait polemik pesantren terafiliasi terorisme.

Ilustrasi: Santri belajar di pesantren.
Foto: Andolu Agency
Ilustrasi: Santri belajar di pesantren.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Fuji EP, Muhyiddin

 

Baca Juga

 

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar akhirnya meminta maaf atas pernyataannya soal adanya pesantren terafiliasi gerakan terorisme. Permintaan maafnya itu disampaikan saat menyambangi Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta Pusat, Kamis (3/2/2022).

Kepada pimpinan MUI, Boy meluruskan terkait masalah data 198 pondok pesantren yang sebelumnya disebutkan terafiliasi jaringan terorisme. Dia menjelaskan, munculnya diksi pondok pesantren dalam rapat bersama Komisi III DPR beberapa waktu lalu bukan bermaksud mengeneralisasi. Demikian pula dengan diksi terafiliasi.

Boy menyebut, kata terafiliasi yang dimaksud dalam penyebutan tersebut memang memiliki arti terkoneksi atau terhubung. Namun, ia menekankan, yang dimaksud terafiliasi bukan mengarah pada lembaga pondok pesantren, tetapi individu-individu yang pernah berhubungan dengan proses hukum terorisme.

"Jadi kami mengklarifikasi, meluruskan bahwa yang terkoneksi di sini adalah berkaitan dengan individu. Jadi bukan lembaga, bukan lembaga pondok pesantren secara keseluruhan yang disebutkan itu, tetapi adalah ada individu-individu yang terhubung dengan pihak-pihak yang terkena proses hukum terorisme," ujarnya.

"Jadi oknum-oknum yang terhubung, berkaitan, apakah mereka saling mengenal, apakah pernah terpapar, terdampak, apakah mereka kemudian menjadi pelaku dari kejahatan terorisme. Tapi sekali lagi, itu adalah bukan dari kelembagaan secara keseluruhan, termasuk tentunya yang kami sebutkan itu. Jadi itu adalah bagian dari individu individu yang terkait," tambahnya menjelaskan.

Ketua MUI Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Noor Achmad menyebut, permasalahan terkait penyebutan pondok pesantren ini telah selesai. Ia mengatakan, diskusi antara MUI dan BNPT pun bersifat dinamis dan ilmiah serta memiliki pandangan yang sama.

Kedua lembaga sepakat perlunya mengantisipasi dan juga terus mewaspadai adanya gerakan terorisme, radikalisme, dan ekstrimisme. Selain itu, lanjutnya, ada beberapa hal yang disepakati bersama dalam diskusi tersebut. Salah satunya, yakni penggunaan diksi-diksi tertentu.

"Untuk penggunaan diksi-diksi yang dikhawatirkan melukai salah satu kelompok yang memang itu sudah digunakan dalam Islam. Maka dari itu, ke depan penggunaan diksi, seperti pesantren, mahad, dan lain sebagainya, ini akan kita sesuaikan bersama-sama," ungkap Achmad.

Kemudian, Achmad melanjutkan, nantinya BNPT dan MUI juga bersama-sama akan merumuskan kaidah-kaidah dan kriteria kriteria seperti apa yang disebut dengan terorisme dan ekstrimisme saat ini.

"Dan yang diminta lagi adalah adanya kesamaan hak keadilan, bahwa BNPT itu adalah kekuatan negara, sehingga dengan demikian BNPT adalah untuk negara dan untuk bangsa Indonesia. Artinya antara MUI dan BNPT ke depan akan lebih mempererat kerja samanya," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement