REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengungkap penyesuaian kebijakan perjalanan luar negeri yang masuk ke Indonesia. Saat ini, durasi karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri diberlakukan 5 x 24 jam bagi yang sudah vaksin dosis lengkap dengan pemeriksaan PCR kedua pada hari keempat karantina.
Sementara, karantina 7 x 24 jam bagi yang baru menerima vaksin dosis pertama, dengan pemeriksaan PCR kedua pada hari keenam karantina.
"Sementara itu, syarat PCR sebelum kedatangan berlaku 2 x 24 jam," ujar Wiku dalam keterangan persnya secara daring, Rabu (2/2).
Wiku mengatakan, kebijakan ini didasarkan beberapa hal yakni, pertama, hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan karantina di berbagai negara. Kedua, hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan karantina di Indonesia, ketiga, rekomendasi para pakar lintas disiplin.
Selain itu, rekomendasi strategi multilayer WHO terkait perjalanan internasional dengan upaya pencegahan berlapis entry dan exit test serta monitoring ketat distribusi varian Omicron dengan SGTF dan WGS.
"Berikutnya adalah publikasi ilmiah terkini terkait masa inkubasi rata-rata virus Covid-19 termasuk varian Omicron," ujar Wiku.
Wiku juga menegaskan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) masih menjadi alat yang mampu mendeteksi virus Covid-19 berbagai varian, termasuk di Indonesia. Wiku mengatakan, penegasan ini juga disampaikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
"Termasuk di Indonesia, kembali saya tegaskan bahwa sampai saat ini, PCR yang beredar masih efektif untuk mendeteksi orang yang positif Covid-19 apa pun variannya," ujar Wiku.
Wiku menjelaskan, ini tidak terlepas dari cara kerja PCR yakni dengan mendeteksi materi genetik virus. PCR, kata Wiku, bekerja dengan mencocokkan gen target PCR dengan kode genetik virus, yakni gen yang mudah berubah karena terjadi mutasi dan gen yang cenderung tetap.
Ia mencontohkan, kode genetik virus yang mudah berubah adalah gen S yang menjadi spike atau tangan-tangan virus, sedangkan gen yang cenderung tetap misalnya adalah Gen E dan N.
Sedangkan, PCR kata Wiku, dapat terdiri dari satu atau lebih gen target. Namun sejak awal pandemi, PCR dengan satu target gen yaitu gen S saja sudah tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan, mengingat gen S sangat mudah berubah.
"WHO merekomendasikan penggunaan PCR dengan lebih dari satu target dengan target gen yang cenderung tetap," ujar Wiku.