REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi C DPRD DKI Jakarta meminta Badan Pengelola Aset Daerah (BPAD) lebih serius mengamankan aset-aset milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan cara menginventarisasikan dan melakukan legalisasi. Hingga saat ini, Komisi C menilai pengamanan aset yang dilakukan BPAD masih lemah mengingat masih ditemukan sejumlah aset milik Pemprov yang digugat pihak lain.
Salah satunya lahan bekas kantor Wali Kota Jakarta Barat di Jalan Letjen S Parman. "Kami minta difokuskan asal-usul surat karena berapa banyak aset pemprov yang digugat. Tolong saat kita terima aset apapun dari pihak pengembang, saya minta jangan hanya berita acara karena itu bukan bukti kepemilikan. Harus sertifikat dan akta," ujar Ketua Komisi C Habib Muhammad bin Salim Alatas, di Jakarta, Sabtu (22/1/2022).
Muhammad juga menyayangkan Pemprov DKI selama ini hanya membuat berita acara ketika menerima aset, sehingga riskan terkena gugatan dari pihak lain. "Harus ada akta, hilangpun bisa kita minta salinannya. Tapi kalau berita acara saja, hilang bisa dijual. Kita mau Pemprov bisa terima sertifikat sehingga clean and clear agar tidak ada permasalahan di kemudian hari," ucapnya.
Muhammad juga meminta BPAD DKI untuk segera menyelesaikan inventarisasi aset-aset milik Pemprov DKI dan mencatatnya ke dalam dokumen daring untuk meminimalkan terjadinya gugatan atau pengakuan hak milik dari sejumlah oknum. "Makanya saya minta seluruh aset diinventarisir semua. Kalau semua sudah diinventarisir, kita buat online. Jadi kita tau mana aset kita yang sudah mati atau masih hidup. Mana yang sudah dikerjasamakan dengan pihak ketiga, mana yang belum. Karena kalau tidak, tanah yang terlantar bisa diambil atau dimainkan oknum tertentu," ucapnya.
Pelaksana tugas (plt) Kepala BPAD DKI Jakarta Reza Pahlevi menyanggupi tahun 2022 ini untuk segera melakukan digitalisasi inventarisasi aset. "Kami akan melakukan pensertifikatan massal, dengan anggaran Rp10 miliar dan menjadikan sertifikat sebagai ujung tombak badan pengelola aset daerah," katanya.
Reza juga menegaskan bahwa penerbitan sertifikat harus diketahui dan diizinkan terlebih dahulu oleh kepala badan, serta apabila diketahui ada pelanggaran, maka akan diberikan sanksi tegas. "Hari ini dokumen aset sertifikat hanya boleh keluar atas perintah plt Kepala Badan, haram hukumnya Kepala Bidang bisa mengeluarkan itu. Kalau ketahuan tanpa seizin saya, akan diberikan sanksi dua tahun tidak diberikan TKD (Tunjangan Kinerja Daerah)," tuturnya.