Rabu 19 Jan 2022 18:12 WIB

Mempertanyakan Kesiapan Subsidi Minyak Goreng di Bulan Ramadhan

Keperluan minyak goreng bangsa Indonesia di bulan Ramadhan dipastikan akan meningkat.

Pekerja menata minyak goreng kemasan yang dijual di salah satu minimarket di Jakarta, Rabu (19/1/2022). Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menetapkan kebijakan satu harga minyak goreng kemasan yakni Rp14.000 per liter yang dijual di minimarket mulai Rabu (19/1/2022).
Foto:

Pemerintah mengakui tekanan inflasi global sudah mulai berdampak terhadap bahan pokok di dalam negeri, seperti pada harga minyak goreng. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ada beberapa tekanan dari harga komoditas yang merembes ke dalam negeri.

“Ada beberapa tekanan dari harga komoditas yang merembes ke dalam seperti CPO atau crude palm oil alias minyak sawit yang merembes ke harga minyak goreng,” ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Rabu (19/1/2022).

Sri Mulyani menyebut terganggunya rantai pasok CPO di dunia bisa berdampak pada harga komoditas di dalam negeri, sehingga bisa menyebabkan kenaikan harga makanan di Tanah Air. "Makanya kita harus hati-hati," ungkapnya.

Kendati demikian, Sri Mulyani mengungkapkan tingkat inflasi dalam negeri masih terjaga dan terkendali pada awal tahun ini, sehingga fokus yang dilakukan pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. "Supaya kita bisa bertahan dan bisa ditahan dari presser harga yang bisa terjadi periode 2022," katanya.

Pada November 2021, minyak goreng telah menjadi komoditas yang memberikan andil pada peningkatan inflasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi November 2021 sebesar 0,37 persen yang disumbang permintaan minyak goreng hingga 0,8 persen.

Indonesia adalah produsen minyak sawit dunia dengan produksi tahunan mencapai lebih dari 46 juta ton setiap tahun. Meski demikian, Indonesia tidak mampu mengendalikan harga ketika terjadi lonjakan harga CPO global yang turut berdampak pada naiknya harga berbagai produk turunannya, salah satunya minyak goreng.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indoensia (GIMNI), Sahat Sinaga, mengungkapkan, saat ini tingkat konsumsi produk sawit oleh konsumen dalam negeri terus mengalami peningkatan namun belum mendominasi. Pada 2019 lalu, persentase konsumsi domestik sekitar 31 persen dari total produksi. Adapun pada 2021, konsumsi dalam negeri mengalami peningkatan menjadi 35 persen karena adanya program bahan bakar biodiesel B30. Memasuki 2022, konsumsi masyarakat dalam negeri diperkirakan naik menjadi 37 persen.

"Kami melihat, kita adalah produsen terbesar di dunia. Tapi, kita bisa menjadi price leader (penentu harga) apabila konsumsi domestik sudah mencapai 60 persen dari total produksi kita," kata Sahat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR, Rabu (19/1/2022).

Sahat mengatakan, jika tingkat konsumsi hingga tahun ini masih berkisar 37 persen, akan sulit bagi Indonesia untuk menjadi penentu harga. Sebab, mayoritas produksi dikonsumsi oleh pasar internasional. Konsumsi domestik setidaknya harus mencapai 60 persen. Itu sebabnya, harga saat ini masih sangat tergantung pada situasi global.

Terlepas dari situasi konsumsi domestik yang masih rendah, Sahat memaparkan kinerja ekspor sawit terus menunjukkan perkembangan positif dari sisi nilai tambah.

Tercatat pada tahun 2019 lalu, sebanyak 22 persen ekspor merupakan produk hulu dengan nilai tambah rendah dan 78 persen produk hilir bernilai tambah tinggi. Memasuki 2021 ekspor produk hulu turun kembali menjadi 10 persen dan sisanya produk hilir. Dengan kata lain, kinerja ekspor sawit terus mengalami diverisifkasi ke produk bernilai tambah tinggi.

"Ini tentu juga menggembirakan karena devisa kita semakin tinggi dan juga pendapatan petani menjadi tinggi," ujarnya.

photo
Harga minyak goreng masih melambung. - (republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement