Senin 17 Jan 2022 12:26 WIB

KH Hasyim Asy'ari, Berita Nahdlatoel Oelama 1938: Kisah Paham Anti-Arab

Para pendiri NU pada tahun 1938 ternyata sudah bersikap soal paham anti Arab

Foto asli KH Hasyim Asy

 

Akibat yang Automatisch

Sebermula orang kita ditunjukkan perbuatan-perbuatan setengah bangsa Arab yang tidak bagus itu, kemudian setelah otak kita benar-benar sudah dipengaruhi oleh itu, maka dikatakanlah bahwa mereka itulah bangsa yang membawa tingkah tidak baik, tingkah laku yang merusakkan bangsa dan kebangsaan kita. Akhirnya tumbuhlah aliran anti-Arab dalam iktikad kita.

Apabila aliran ini sudah mencengkeram benar-benar dan sudah mendarah daging, maka sebagai akibat yang automatisch tumbuhlah kebencian pada apa-apa yang bersifat Arab, terhitung juga Igama yang semula datang dari Arab: Igama Islam.

Sudah tentu dari sedikit ke sedikit, dari yang tidak berarti sampai pada yang berkenaan dengan asasnya, membenci sorban dan kofyah Arab, meningkat ke kaifiyat ibadah.

Salah seorang menyebut kofyah, brem, suatu sebutan yang menghina, padahal sorban itu sunnaturrasul, sekurang-kurangnya pakaiannya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mana akhirnya kita malu memakainya, terutama pemuda-pemuda kita.

Dengan lain perkataan: kita sudah meninggalkan sunnaturrasul, atau dengan perkataan yang lebih tajam: kecintaan kita kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah dapat diperkurangkan. Sebab mencinta seseorang itu menarik kepada menirunya. Lihatlah bangsa kita yang mencinta barat, segala-galanya meniru barat!

Orang yang tergila-gila pada Nyi Laila, berulang-ulang datang menjenguk rumahnya, sekalipun Nyi Laila sudah tidak bertempat di situ. Orang yang melihatnya merasa heran. Maka si Majnun Laila menyahut: “Bukanlah mencinta rumah, tetapi mencinta yang menempati rumah.”

Begitulah akibatnya mencinta sesuatu, menarik kepada mencinta yang dicinta oleh sesuatu itu, dan mencintai sesuatu yang bersifat sesuatu itu pula. Begitupun juga membenci sesuatu, menarik kepada membenci yang dibenci oleh sesuatu itu, dan membenci sesuatu yang bersifat sesuatu itu.

Demikianlah akibatnya anti-Arab itu. Dengan sendirinya menghalau orang-orang kita membenci sesuatu yang bersifat Arab, tingkah laku Arab, dan alhasil apa-apa yang Arabitische, sekalipun dibenarkan atau diseyogiakan atau disunnatkan atau diwajibkan oleh syara’ Islam.

Sudah tentu dari sedikit demi sedikit, dan dari yang ringan-ringan sampai yang pokok, akhirnya sampailah pada sabda Rasulullah di atas kepala karangan: “Jangan kamu membenci aku maka kamu bercerai dengan Igamamu, yaitu kamu membenci Arab, maka kamu membenci aku.”

Kini yang sudah kejadian, mereka yang dihinggapi penyakit anti-Arab, tipis kecintaannya kepada Igama Islam, kurang minatnya pada perintah-perintah Igama Islam, dan persaudaraan Islam. Mereka tidak lagi menghiraukan soal Palestina, soal yang mengenai tanah suci umat Islam.

Sampaipun Tuan Wondoamiseno di dalam pidato pembukaan Protest Meeting menyangkal pembahagian Palestina, pada beberapa bulan yang lalu berkata: “Dengan aksi kita memperhatikan luar negeri kita, bukanlah artinya kita melengahkan urusan dalam negeri kita Indonesia.”

Begitulah orang kita yang mengaku sadar dan tak dapat ditipu, tidak merasa dirinya sedang hanyut dalam suatu aliran yang menceraikan mereka dari Igamanya! Atau dengan kalimat yang lebih tajam: mereka tak sadar bahwa mereka tengah tertipu.

Tidak Membuta Tuli

Kami tidak membelakan bangsa Arab dengan membuta tuli, tidak pula membelakan kesalahan-kesalahan yang sangat melukai perasaan kebangsaan kita. Kami tidak membelakan orang mempermainkan kehormatan dan kedudukan putri-putri bangsa kita.

Akan tetapi kami tak dapat mengakui bahwa kebusukan-kebusukan itu diperbuat oleh antero bangsa Arab, dan tak dapat kami akui bahwa kebusukan-kebusukan itu hanya diperbuat oleh bangsa Arab, dan hanya terdapat dalam kalangannya bangsa Arab!

Kami tak dapat mengakui bahwa mengambil putri-putri kita dengan jalan perkawinan, sama halnya atau lebih busuk dari mempergundik mereka, atau menjual mereka dari satu tangan ke lain tangan, atau menyewakan mereka dengan direklamekan bersama-sama bersama dengan ijs dan kuwe-kuwenya!

Ya. Kami tak dapat mengakui bahwa menjual majmu gahru dan ma’jun sama mendesaknya seperti memborong 99% mata pencaharian bangsa kita, hingga perekonomian bangsa sukar didirikan kembali! Dalam pada itu semua kita tidak memejamkan mata dari penyakitnya masyarakat kita.

photo

Keterangan foto: Artikel berisi soal 'Aliran Anti Arab' di Majalah Berita Nahdoetoel Oelama 1938. 

 

Tidak Dapat Membenarkan

Teranglah sudah bahwa kami tidak membelakan bangsa Arab yang salah, akan tetapi kami tidak dapat membenarkan aliran anti-Arab, atau menyamaratakan bangsa Arab, terutama turunan pelepas kita dari kehidupan jahiliah dan jahannam, ialah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kita berhutang budi sebesar-besarnya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam terutama pula bangsa Arab. Tidak hanya bangsa Hadramaut sahaja. Arab Siria, Mesir, Irak, dan lain-lainnya tidak sedikit jasanya pada Islam dan ketimuran.

Mudah-mudahan Allah subhanahu wa ta’ala mengangsurkan rahmat, hidayat, dan taufik-Nya pada kita semua. Amien!

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement