Jumat 14 Jan 2022 20:52 WIB

Produsen Terbesar CPO, Tapi Harga Minyak Goreng Terus Melambung Tinggi

Sebagian besar produsen minyak goreng tidak terintegrasi dengan perusahaan CPO.

Sejumlah warga antre membeli minyak goreng kemasan saat operasi pasar murah minyak goreng di halaman Dinas Perindustriaan dan Perdagangan, Karawang, Jawa Barat, Kamis (13/1/2022). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menyediakan 1,2 miliar liter minyak goreng untuk masyarakat dengan harga Rp14 ribu per liter di tingkat konsumen yang berlaku di seluruh Indonesia selama enam bulan ke depan.
Foto:

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi kepada Republika, Kamis (14/1/2022), mengatakan, pihaknya menduga adanya praktik kartel dalam tata niaga minyak goreng di Indonesia. Pasalnya, meski telah melalui momen Natal dan Tahun Baru 2022, harga minyak goreng tetap tinggi di luar batas kewajaran.

"Saya khawatir kalau diguyur dengan subsidi agar harga minyak goreng turun, itu tidak akan menyelesaikan masalah," katanya.

YLKI pun meminta pemerintah untuk membongkar adanya dugaan tersebut terhadap pelaku bisnis minyak sawit dan industri minyak goreng di Indonesia.

Tulus mengatakan, Kementerian Perdagangan, Polri, dan KPPU dapat menggunakan Undang-Undang Anti Monopoli dan Undang-Undang Perdagangan untuk membongkar praktik tersebut.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun turun tangan menyelidiki penyebab kenaikan harga minyak goreng. Namun sejauh ini, KPPU belum dapat menyimpulkan penyebab utama tingginya harga minyak goreng yang sudah terjadi sejak tahun lalu.

"Saat ini masih diteliti, semoga pekan depan dapat kami sampaikan," kata Deswin kepada Republika, Jumat (14/1). 

Ia pun menegaskan, KPPU belum menyimpulkan adanya dugaan kartel minyak goreng yang membuat harga melonjak tinggi. KPPU, kata Deswin, juga belum menyimpulkan apakah akan menyelidiki isu dugaan kartel atau tidak.

"Kami belum ada kesimpulan atas isu tersebut. Belum dapat disimpulkan," kata Deswin menambahkan.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan tidak terdapat indikasi adanya praktik kartel minyak goreng oleh industri. Kenaikan harga yang terjadi saat ini lebih disebabkan oleh adanya kenaikan harga minyak sawit (CPO) yang merupkan bahan baku utama minyak goreng.

"Kami tidak melihat sejauh itu (kartel) dari pengamatan kami," kata Direktur Bahan Pokok dan Penting, Kemendag, Isy Karim kepada Republika, Jumat (14/1/2022).

Meskipun Indonesia merupakan produsen terbesar CPO di dunia, Isy Karim menjelaskan, sebagian besar produsen minyak goreng dalam negeri tidak terintegrasi dengan perusahaan produsen CPO. Lantaran entitas bisnis yang berbeda, para produsen minyak goreng harus membeli CPO sesuai harga pasar lelang dalam negeri di KPBN Dumai.

Sementara, harga lelang di KPBN Dumai juga berkorelasi dengan harga pasar internasional. "Dengan begitu harga produk minyak goreng yang dihasilkan akan sangat tergantung dari referensi harga di Lelang KBPN Dumai," kata Isy Karim.

Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan harga CPO internasional, maka harga CPO dalam negeri akan ikut menyesuaikan dengan harga global dan harga minyak goreng dalam negeri ikut meningkat.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan, harga acuan minyak goreng yang diatur sebesar Rp 11 ribu per liter, berpatokan pada harga CPO sebesar 680 dolar AS per metrik ton. Harga itu ditetapkan pada tahun 2020 lalu yang dituangkan dalam Permendag Nomor 7 Tahun 2020.

Namun, memasuki awal 2022, harga CPO telah mencapai kisaran 1.380 dolar AS per metrik ton atau naik lebih dari dua kali lipat dari dua tahun yang lalu. Dengan tingkat harga CPO tersebut, maka harga minyak goreng khususnya untuk kemasan sederhana berada pada kisaran Rp 18.700 per liter.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah, mengatakan, langkah pemerintah untuk menyiapkan 1,2 miliar liter minyak goreng untuk enam bulan masih kurang untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Pemerintah perlu menambah alokasi agar minyak goreng dengan harga terjangkau dapat diterima masyarakat secara mudah.

"Operasi pasar bisa menurunkan harga, tapi apakah itu cukup? Perhitungan kami itu tidak cukup," kata Rusli saat dihubungi Republika, Kamis (13/1/2022).

Rusli menjabarkan, saat ini rata-rata konsumsi minyak goreng mencapai 0,94 liter per kapita per bulan. Dengan asumsi jumlah penduduk 238,9 juta penduduk usia 5-70 tahun yang memungkinkan mengonsumsi makanan goreng, maka dibutuhkan sedikitnya 1,35 miliar liter selama enam bulan.

Adapun untuk menutup selisih harga minyak goreng yang ditanggung pemerintah untuk membayar minyak goreng agar dijual Rp 14 ribu per liter setara Rp 4,04 triliun. Sementara, dana yang disiapkan pemerintah sekitar Rp 3 triliun atau cukup untuk 1,2 miliar liter.

"Artinya kurang 150 juta liter untuk enam bulan," kata Rusli.

Soal langkah lain yang lebih mendasar untuk dapat menurunkan harga minyak goreng, Rusli mengatakan, subsidi harus diberikan langsung kepada pabrikan langsung. Dengan kata lain bukan kepada distributor. 

 

Para pabrikan yang telah memiliki fasilitas pengemasan tentu akan dengan mudah menjalankan program subsidi. Namun, untuk pabrikan yang masih murni memproduksi minyak curah, diharapkan terdorong untuk melengkapi fasilitas pengemasan minyak goreng.

"Jadi saya kira itu langkah yang ideal," ujarnya.

 

photo
Program-program subsidi pemerintah dalam rangka pandemi Covid-19 - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement