REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar mengatakan, tuntutan hukuman mati yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus Herry Wirawan mencerminkan bahwa tindakan terdakwa Herry merupakan suatu bentuk kejahatan yang serius.
"Tuntutan itu mencerminkan bahwa kasus yang dihadapi oleh 20 anak, baik korban maupun saksi dalam perkara HW ini menjadi kasus yang masuk kategori kejahatan serius. Oleh karena itu, maka salah satu indikasi bahwa ini kejahatan serius adalah jaksa memberikan tuntutan hukuman mati," kata Nahar dalam bincang media bertajuk "Penanganan Kasus HW" yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (14/1/2022).
Nahar berharap, melalui proses hukum yang sedang berjalan, keadilan bisa diperoleh untuk anak-anak yang menjadi korban. Pasalnya, anak-anak ini mempunyai hak untuk hidup termasuk tidak melahirkan di masa yang tidak tepat.
Selain itu, hak-hak lain anak tersebut juga terancam tidak terpenuhi seperti hak-hak yang terkait kesehatan, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. "Persoalan-persoalan lain di mana misalnya anak akhirnya menjadi tidak terpenuhi hak-hak lainnya, soal kesehatannya, soal pendidikannya dan kebutuhan-kebutuhan lainnya," katanya.
Pihaknya menambahkan, masih ada stigma buruk kepada korban, sehingga keluarga dan lingkungan belum bisa menerima keberadaan korban. "Akibat dari peristiwa ini, kemudian anak-anak menjadi terancam mengalami stigma, bahkan sampai pekan terakhir dari hari ini misalnya, masih ada upaya, proses dimana kami meyakinkan keluarga untuk bisa menerima, artinya bahwa ada masa dimana anak ini berada dalam situasi yang tidak bisa pulang karena tidak bisa diterima oleh keluarga dan lingkungannya, termasuk sekolahnya," katanya.
Oleh karena itu, selain memastikan proses hukum terhadap terdakwa terus berjalan, penting juga untuk memenuhi hak dan memberikan perlindungan terhadap korban.