Sabtu 15 Jan 2022 00:34 WIB

KPPPA: Tuntutan Mati Atas HW Cermin Telah Terjadi Kejahatan Serius

Melalui proses hukum, keadilan bisa diperoleh untuk anak-anak yang menjadi korban.

Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan digiring petugas menuju mobil tahanan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati, kebiri kimia dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada seluruh korban sebesar Rp331 juta. Selain itu, JPU meminta majelis hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda dan Madani Boarding School serta menyita dan melelang harta kekayaan aset terdakwa. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Terdakwa kasus pemerkosaan terhadap 13 santri Herry Wirawan digiring petugas menuju mobil tahanan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (11/1/2022). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa Herry Wirawan dengan hukuman mati, kebiri kimia dan membayar restitusi atau ganti rugi kepada seluruh korban sebesar Rp331 juta. Selain itu, JPU meminta majelis hakim untuk membekukan, mencabut dan membubarkan Yayasan Pondok Pesantren Manarul Huda dan Madani Boarding School serta menyita dan melelang harta kekayaan aset terdakwa. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Nahar mengatakan, tuntutan hukuman mati yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum dalam kasus Herry Wirawan mencerminkan bahwa tindakan terdakwa Herry merupakan suatu bentuk kejahatan yang serius.

"Tuntutan itu mencerminkan bahwa kasus yang dihadapi oleh 20 anak, baik korban maupun saksi dalam perkara HW ini menjadi kasus yang masuk kategori kejahatan serius. Oleh karena itu, maka salah satu indikasi bahwa ini kejahatan serius adalah jaksa memberikan tuntutan hukuman mati," kata Nahar dalam bincang media bertajuk "Penanganan Kasus HW" yang diikuti secara daring di Jakarta, Jumat (14/1/2022).

Nahar berharap, melalui proses hukum yang sedang berjalan, keadilan bisa diperoleh untuk anak-anak yang menjadi korban. Pasalnya, anak-anak ini mempunyai hak untuk hidup termasuk tidak melahirkan di masa yang tidak tepat.

Selain itu, hak-hak lain anak tersebut juga terancam tidak terpenuhi seperti hak-hak yang terkait kesehatan, pendidikan dan kebutuhan-kebutuhan lainnya. "Persoalan-persoalan lain di mana misalnya anak akhirnya menjadi tidak terpenuhi hak-hak lainnya, soal kesehatannya, soal pendidikannya dan kebutuhan-kebutuhan lainnya," katanya.

Pihaknya menambahkan, masih ada stigma buruk kepada korban, sehingga keluarga dan lingkungan belum bisa menerima keberadaan korban. "Akibat dari peristiwa ini, kemudian anak-anak menjadi terancam mengalami stigma, bahkan sampai pekan terakhir dari hari ini misalnya, masih ada upaya, proses dimana kami meyakinkan keluarga untuk bisa menerima, artinya bahwa ada masa dimana anak ini berada dalam situasi yang tidak bisa pulang karena tidak bisa diterima oleh keluarga dan lingkungannya, termasuk sekolahnya," katanya.

Oleh karena itu, selain memastikan proses hukum terhadap terdakwa terus berjalan, penting juga untuk memenuhi hak dan memberikan perlindungan terhadap korban.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement