REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Satu lagi model kekerasan pelajar terjadi di Kabupaten Ciamsi, Jabar. Kekerasan berjuluk 'lingkaran setan pramuka' ini menyebabkan tiga orang siswa mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit.
Aksi kekerasan pelajar itu disayangkan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Dedi Supandi, kejadian yang diberi nama Lingkaran Setan itu merupakan kegiatan ekstrakulikuler Pramuka di SMAN 1 Ciamis.
Kejadian itu, ungkap Dedi, telah membuat tiga siswa terluka dan menjalani perawatan di rumah sakit. "Yang disayangkan memang kejadian tindakan kekerasan ini berdampak, ada tiga orang yang masuk rumah sakit. Yang dua orang sudah keluar rumah sakit dan siap sekolah lagi. Sedangkan yang satu belum," kata Dedi ketika dimintai tanggapan soal insiden tersebut di Bandung, Kamis (13/1/2022).
Kegiatan Pramuka berbalut perpeloncoan itu disertai tindakan kekerasan fisik dengan tema Lingkaran Setan yang dilakukan para pelajar SMAN 1 Ciamis, Jawa Barat. Kegiatan ini kemudian terungkap ke publik setelah orang tua seorang korban melapor ke Polres Ciamis usai anaknya mengalami luka lebam setelah mengikuti kegiatan tersebut.
Menurut Dedi, dugaan penganiyaan dalam kegiatan ekstrakulikuler tersebut terjadi saat korban mengikuti kegiatan paskat atau pasukan tongkat. Kegiatan paskat ini untuk melatih kemampuan siswa dalam baris berbaris menggunakan tongkat.
"Jadi terkait kejadian Pramuka di SMKN 1 Ciamis, kejadian itu berawal dari hari Sabtu di luar sekolah. Jadi, sebetulnya itu kegiatan di luar instansi pendidikan dan tidak ada izin dari sekolah," kata dia.
Dedi mengaku, ada sejumlah langkah yang dilakukan untuk menyikapi kejadian ini yakni yang pertama melakukan moratorium untuk kegiatan Pramuka di gugus depanSMAN 1 Ciamis. "Kemudian kami juga sudah melaporkan ke Kwarda Jawa Barat, nanti selama moratorium akan melakukan pembenahan untuk memperbaharui struktural dalam rangka memutus mata rantai," kata dia.
Hal tersebut, lanjut Dedi, dilakukan karena kegiatan paskat atau pasukan tongkat tersebut merupakan kegiatan yang biasa melibatkan alumni. Oleh karena itu, untuk memutus mata rantai tersebut dan sebagai upaya pengawasan ektrakulikuler Pramuka, maka pihaknya melarang ada keterlibatan dari alumni lebih dulu.
"Karena sudah ada kebiasaan lama seperti itu yang dilakukan secara turun temurun, seperti pola pembaiatan untuk menjadi anggota unit tongkat," kata dia.
Pihaknya juga mengajak agar tagline sekolah ramah anak tidak hanya berlaku pada kegiatan belajar dan mengajar saja namun sekolah ramah anak harus diaplikasikan pula pada kegiatan ektrakurikuler. Selain itu, lanjut Dedi, Dinas Pendidikan Provinsi Jabar juga telah memerintahkan pihak sekolah agar memperbaiki keseluruhan terkait tagline sekolah ramah anak bukan hanya selama kegiatan belajar dan mengajar saja.
"Namun juga harus sampai ke kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah," katanya. Pihaknya juga mengapresiasi sikap orang tua siswa yang anaknya menjadi korban dengan telah melaporkan dugaan penganiayaan tersebut ke polisi.