REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Variant Omicron mulai mengancam terjadinya lonjakan kasus positif gelombang ketiga di Indonesia. Bahkan, kasus positif suspek Omicron mulai terangkap di daerah pada orang-orang dari luar negeri. Salah satunya Jawa Barat yang dimana ada 14 warga terpapar Omicron. 10 orang diisolasi di Wisma Atlet Jakarta, sedangkan empat orang diisolasi di Kabupaten Bandung.
Menyikapi hal itu Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem Muhammad Farhan menilai, munculnya variant Omicron jadi momentum pemerintah di daerah harus semakin berani meminimalisasi risiko penularan di segala titik mobilitas warga.
"Saya ingin mengajak seluruh warga Bandung bersama - sama Jaga prokes, sanes nyingsieunan (bukan menakuti) mung ngemutan (tapi mengingatkan). Lebih baik menjaga dan mengoptimalkan skema PPKM dengan berbagai level. Kita warga Bandung menantikan ketegasan Pemkot untuk ini," ujar Farhan dalam keterangan persnya, yang diterima Republika.co.id, Rabu (12/1/2022).
Menurutnya, paparan Omicron tidak terhindarakan karena tidak adanya penutupan perbatasan dari mobilitas luar Negeri. Maka, lanjut Farhan, ketegasan Satgas di gerbang masuk PPLN di Indonesia sangat penting.
"Jangan sampai ada kebocoran, karena kita masih trauma oleh ledakan varian Delta bulan Juli - Agustus 2021," ujarnya.
Bahkan, merebaknya Omicron jadi momentum Kemenkes menyegerakan vaksinasi booster secara merata. "Janji pak Jokowi pertengahan Januari 2022 booster diberikan gratis. Maka pernyataan ini harus didukung dengan distribusi booster vaksin ke seluruh pelosok," katanya.
Maksimalkan penanganan
Lonjakan gelombang ketiga akibat Omicron ini jadi atensi pemerintah. Bahkan, pola penanganan pasien terpapar varin baru ini akan difokuskan di rumah. Namun, Farhan mengingatkan, kemudahan masyarakat mendapat obat saat di rumah harus tergaransi.
"Suplai obat-obatan untuk pasien isoman sering tidak tepat waktu dan tepat sasaran sehingga banyak pasien isoman terpaksa keluar rumah untuk mencari obat-obatan yang dibutuhkan," katanya.
Dikatakannya, salah satu persoalan yang dihadapi saat melakukan isoman ketika itu, adalah kurangnya pengawasan dari tenaga kesehatan. Sehingga, banyak pasien isoman yang terlambat dibawa ke rumah sakit ketika gejalanya meningkat dari ringan menjadi sedang dan berat.
Farhan menilai, berbagai persoalan terkait treatment isoman Covid-19 tahun lalu harus jadi pelajaran agar tidak terulang lagi saat menghadapi lonjakan kasus omicron ke depan. "Kita tidak boleh menganggap enteng karena Omicron tetap menjadi ancaman bagi kesehatan dan keselamatan manusia, terutama terhadap kelompok rentan seperti manula dan penderita komorbid," ucapnya.