REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU -- Seorang perempuan pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Indramayu divonis 20 tahun penjara di Hongkong. Vonis itu dijatuhkan dalam kasus perdagangan narkoba.
PMI berparas cantik tersebut bernama Yayu Masih (33 tahun), warga Blok Tengah RT 017 RW 004 Desa Sukadana, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu. "Adik saya di Hongkong sedang mengalami masalah terkait kasus narkoba, bahkan sudah divonis 20 tahun. Padahal dia itu dijebak oleh temannya yang sesama PMI asal Jawa Tengah,'' kata Miska (43), kakak kandung dari Yayu, saat mengadukan hal tersebut ke Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Indramayu, Senin (10/1).
Miska menceritakan, adiknya yang bernama Yayu awalnya direkrut oleh sponsor bernama Tarmin, warga Desa Sukadana, Kecamatan Tukdana, sekitar pertengahan 2008. Yayu kemudian didaftarkan sebagai calon PMI ke salah satu perusahaan pengerah tenaga kerja yang ada di Kalideres, Jakarta Barat.
Setelah beberapa bulan mengikuti proses sebagai calon PMI, Yayu kemudian diberangkatkan ke Hongkong. "Setibanya di Hongkong, adik saya kerja di majikannya. Namun baru satu tahun bekerja, entah kenapa Yayu kabur dari tempat majikannya dan memilih untuk kerja di luaran," ujar Miska.
Menurut Miska, setelah keluar dari rumah majikan, Yayu kemudian memilih untuk tinggal di kostan dan bekerja di tempat lain. Namun, dia mengaku, jarang berkomunikasi dengan adiknya itu dikarenakan kesibukan kerja.
Pada awal Desember 2019, Miska dikagetkan dengan telepon dari Yayu, yang menggunakan ponsel milik pengacaranya. Yayu saat itu menyampaikan bahwa dirinya ditangkap oleh polisi Hongkong karena di kamar kostnya terdapat barang paketan milik temannya sesama PMI asal Jawa Tengah. Barang tersebut ternyata narkoba jenis heroin.
"Di persidangan, adik saya selalu tidak mengakui bahwa barang tersebut miliknya. Namun, hakim tetap memvonisnya selama 20 tahun penjara. Pengacaranya kemudian mengajukan banding," tutur Miska. Vonis terhadap Yayu itu dijatuhkan pada Agustus 2021.
Miska menambahkan, selama dua tahun lebih adiknya terjerat hukum di Hongkong, pihak KJRI Hongkong belum pernah menginformasikan kepada pihak keluarga. "Kata adik saya, KJRI Hongkong tahu kalau dia dipenjara bahkan sering membesuk. Namun kata adik saya, KJRI tidak bisa membantu dengan alasan ini kasus hukum bukan kasus ketenagakerjaan dengan majikan," tutur Miska.
Melalui pengaduan ke SBMI, Miska berharap, agar Pemerintah Indonesia mau membantu permasalahan hukum yang sedang dialami adiknya di Hongkong.
Sementara itu, Koordinator Dept Advokasi SBMI Nasional, Juwarih, menyatakan, pihaknya akan mempelajari terlebih dulu pengaduan dari pihak keluarga PMI tersebut sebelum meneruskannya ke pemerintah. Dalam hal ini Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI.
"Kami juga akan mempertanyakan ke Kemlu, kenapa ada WNI yang bermasalah hukum di luar negeri, namun sudah dua tahun lebih belum juga menginformasikannya secara tertulis ke pihak keluarganya," tandas Juwarih.