Politik Adu Domba
Anak Agung Gde Jaya, mantan pejuang perlawanan yang selamat dari kamp penyiksaan, mengatakan tahanan dipukul dengan cambuk dan potongan kayu. Tangan para tahanan dicap dengan korek menyala. Terdapat kesan Belanda ingin semua tahanan mati perlahan.
Belanda memanfaatkan pangeran lokal berpihak utuk melakukan pengejaran terhadap pejuang dan menjalankan kamp penyiksaan. “Mereka menggunakan orang Bali, dengan memberi uang dan kekuasaan, untuk menindas orang lain,” kata Gde Jaya.
Arsip Belanda tidak mencatat adanya kamp penyiksaan. Lot Hoek mengandalkan kesaksian penyintas yang dikonfirmasi veteran Belanda.
“Kamp-kamp penyiksaan itu dibangun untuk menghancurkan perlawanan di Bali secara sistematis,” kata Lot Hoek.
Baca juga : Menteri PPPA Minta 14 Pelaku Pemerkosaan Anak di Aceh Dihukum Berat
Hebatnya, menurut Lot Hoek, orang Bali tidak membangun tugu peringatan di lokasi bekas tangsi, kuburan massal, dan wilayah pertempuran yang menewaskan banyak pejuang.
Lebih menarik lagi, orang Bali tidak pernah marah kepada Belanda apalagi dendam. “Bagi orang Bali, yang terpenting adalah perjuangan mereka diakui,” ujar Lot Hoek.
Di Paris, Destrée menunggu hasil penelitian Sejarah Kekejaman Belanda di Bali yang dimulai dari arsip fotonya. Namun, waktu tak berpihak kepadanya. Destrée meninggal dua tahun sebelum buku De strijd om Bali diterbitkan.