Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mendorong KemendikbudRistek, Kementerian Agama dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan kembali kebijakan PTM 100 persen. Usulan evaluasi ini mengingat meningkatnya kasus Omicron di Indonesia dan masyarkat baru usai liburan natal dan tahun baru.
"Setidaknya tunggulah minimal sampai 14 hari usai liburan akhir tahun," kata Retno dalam keterangannya, Rabu (5/1/2022)
KPAI, sambung Retno, juga mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasi anak usia 6 -11 tahun di seluruh Indonesia, minimal mencapai 70 persen. Mengingat, vaksinasi anak usia 12-17 tahun saja yang sudah dimulai sejak Juli 2021, cakupannya belum mencapai 70 persen.
"Apalagi vaksinasi usia 6-11 tahun, Oleh karena itu, Pemerintah perlu kerja keras melakukan percepatan dan pemerataan vaksinasinya, " ujar Retno.
KPAI, lanjut Retno, juga mendorong Dinas-dinas Pendidikan dan Kantor Kementerian Agama di seluruh Indonesia untuk menunda PTM bagi siswa TK dan SD sebelum peserta didiknya diberikan vaksinasi lengkap dua dosis. Hal ini demi menjamin pemenuhan hak hidup dan hak sehat bagi anak-anak Indonesia saat PTM di gelar.
Anggota Komisi IX DPR RI, Rahmad Handoyo, juga mengimbau agar Pemprov DKI Jakarta kembali meninjau ulang pelaksanaan PTM 100 persen.
"Terkait peningkatan (PPKM) level 2, kenaikan cukup siginifikan Omicron di Jakarta, saya kira perlu dipertimbangkan pelaksanaan PTM 100 persen ini , ya saya kira lebih baik untuk sementara ditunda," kata Rahmad kepada Republika, Rabu (5/1).
Namun demikian, apabila PTM tetap harus dilakukan, ia mendorong agar seluruh siswa telah divaksinasi. Harus dipastikan dalam 1-2 pekan ini vaksinasi anak perlu dipercepat.
"Sehingga ketika sudah divaksin kesiapan psikologis, kesiapan daya tahan tubuh semakin tambah kuat menghadapi segala gempuran dari varian-varian Omicron maupun varian lain," ujarnya.
Anggota Komisi IX, Netty Prasetiyani juga meminta penyelenggaraan PTM di semester genap tahun ajaran 2021/2022 dievaluasi. Salah satu yang ia soroti ialah hilangnya hak orang tua untuk tetap memilih opsi Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Orang tua peserta didik harusnya memiliki hak penuh untuk memastikan pendidikan bagi anaknya dan sekaligus melindungi sang anak dari paparan Covid-19. Pemerintah tidak boleh menghilangkan opsi untuk memilih PJJ tersebut karena yang menanggung dampak terbesarnya andaikan terpapar Covid-19 adalah si peserta didik dan keluarganya, bukan pemerintah," Kata Netty dalam keterangannya.
Terlebih lagi, Netty menambahkan, saat ini juga ada ancaman varian Omikron di mana penyebarannya jauh lebih cepat dibandingkan varian lainnya. "DKI Jakarta saja per hari ini statusnya sudah naik lagi ke PPKM Level 2. Jadi rasanya aneh kalau orang tua dipaksa melakukan PTM, padahal alasan untuk melakukan PJJ demi ke hati-hatian itu juga sangat kuat" kata politikus PKS itu.
Karena itu menurutnya kekhawatiran orang tua akan keselamatan anaknya harus diakomodir pemerintah. Pemerintah diharapkan tidak memaksakan harus PTM, namun tetap sediakan fasilitas untuk proses PJJ.
"Apalagi berdasarkan temuan dari KPAI penerapan prokes di sekolah-sekolah masih sangat lemah karena minimnya pengawasan. Di sisi lain banyak sekolah yang fasilitas prokesnya tidak memadai. Jadi wajar apabila ada orang tua yang khawatir melepas anaknya untuk mengikuti PTM" imbuhnya.