REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyatakan, kendaraan di DKI Jakarta sudah seharusnya tidak memakai bahan bakar minyak (BBM) jenis premium untuk mengurangi polusi udara di Ibu Kota. Sebab, tingkat polusi udara dapat diperparah dengan penggunaan BBM murah seperti premium karena memiliki kadar emisi gas buang lebih tinggi.
"Kalau sekarang ada wacana hapus premium, Jakarta memang harusnya sudah tidak pakai premium, harusnya sudah pakai pertamax atau bahkan pertamax turbo dengan emisi lebih rendah," kata Ketua YLKI Tulus Abadi dalam diskusi publik soal layanan transportasi di Jakarta, Rabu (29/12).
Kendati demikian, dia mengatakan, untuk mengurangi polusi udara, solusi yang relevan adalah beralih dari menggunakan transportasi pribadi ke angkutan publik atau angkutan massal. Untuk itu, ia mendorong badan usaha bidang jasa transportasi di Jakarta di antaranya TransJakarta melakukan inovasi layanan kepada konsumen baik praperjalanan, selama perjalanan hingga setelah perjalanan.
"Apalagi sekarang semua didorong integrasi tarif, moda, MRT, LRT jadi positif untuk menata transportasi dan konsumen harus dimanjakan berbagai pelayanan," imbuhnya.
Sebelumnya, pemerintah mendorong penggunaan bensin RON 90 sebagai bahan bakar minyak ramah lingkungan karena Indonesia kini memasuki masa transisi energi. "Kita memasuki masa transisi, premium RON 88 akan digantikan dengan pertalite RON 90, sebelum akhirnya kita akan menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Soerjaningsih dalam keterangan yang di Jakarta, Rabu (22/12).
Ia menjelaskan, premium RON 88 saat ini hanya digunakan oleh tujuh negara saja dengan volume yang digunakan pun sangat kecil dan masyarakat mulai sadar menggunakan bahan bakar minyak dengan kualitas yang lebih baik. Pemerintah, kata dia, sedang menyusun peta jalan bahan bakar minyak ramah lingkungan dengan rencana pertalite juga akan digantikan dengan bahan bakar yang kualitasnya lebih baik.
"Dengan 'roadmap' ini, ada tata waktu nantinya kita akan menggunakan BBM ramah lingkungan. Ada masa di mana pertalite harus 'dry', harus 'shifting' dari pertalite ke pertamax," ujarnya.
Pemerintah akan berusaha meredam gejolak yang timbul di masyarakat terkait proses 'shifting' pertalite ke pertamax. Perubahan dari premium ke pertalite diperkirakan mampu menurunkan kadar emisi karbon dioksida sebesar 14 persen.
Adapun, perubahan dari pertalite ke pertamax akan menurunkan kembali emisi karbon dioksida sebesar 27 persen.
Baca Juga: Pakar: PT 0 Persen Timbulkan Masalah