Rabu 29 Dec 2021 06:54 WIB

Kata Satgas Soal Karantina Berbayar Pelaku Perjalanan Internasional

Tidak semua hotel untuk karantina mematok biaya mahal.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Peserta antre meninggalkan area bandara untuk menuju ke hotel karantina di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10). Pemerintah telah menanggung biaya karantina untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI), mahasiswa yang telah menamatkan studi, serta Aparatur Sipil Negara (ASN),
Foto: Antara/Fikri Yusuf
Peserta antre meninggalkan area bandara untuk menuju ke hotel karantina di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Badung, Bali, Sabtu (9/10). Pemerintah telah menanggung biaya karantina untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI), mahasiswa yang telah menamatkan studi, serta Aparatur Sipil Negara (ASN),

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 angkat bicara mengenai kritikan karantina berbayar pelaku perjalanan internasional usai pulang dari luar negeri. Meski berbayar, ada kelompok tertentu yang biaya karantina ditanggung pemerintah atau gratis seperti mahasiswa.

"Pemerintah telah menanggung biaya karantina untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI), mahasiswa yang telah menamatkan studi, serta Aparatur Sipil Negara (ASN)," ujar Juru Bicara Nasional Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adi Sasmito saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (28/12).

Baca Juga

Pelaku perjalanan lainnya, dia melanjutkan, harus membuat perencanaan perjalanan yang matang termasuk memperhatikan biaya yang harus ditanggung untuk kewajiban karantina.

Terpisah, Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari menambahkan, ada 135 hotel yang disediakan pemerintah sebagai tempat karantina. Hotel ini terbagi dari bintang 2 hingga bintang 5 dan harga bermalam karantina di hotel bintang 2 ini mulai dari Rp 600 ribu setiap malam hingga bintang 5 yang harganya Rp 2 juta per malam. Dia melanjutkan, biaya karantina di hotel selama 10 hari sudah lengkap termasuk dengan makan tiga kali sehari, tes polymerase chain reaction (PCR) saat datang dan pulang yaitu hari pertama dan ke sembilan dan totalnya antara Rp 6 juta sampai Rp 21 juta. 

"Jadi, tidak semua harga karantina di hotel sampai sekian puluh juta rupiah. Tidak, pelaku perjalanan internasional bisa memilih karantina di hotel mana," katanya.

Ia menambahkan, rentang harga resmi karantina di hotel ada di aplikasi yang dikelola oleh Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) dan masyarakat bisa mengeceknya. Sementara itu, dia melanjutkan, bagi pekerja migran Indonesia (PMI) dan pelajar juga didukung oleh pemerintah yaitu di Wisma Pademangan, Jakarta Utara. Mereka bisa menjalani karantina, makan, hingga tes PCR tidak membayar karena biayanya ditanggung pemerintah. 

Terkait keluhan biaya karantina yang dianggap mahal bagi sebagian pelaku perjalanan internasional, ia menilai kalau tujuan pelaku perjalanan internasional keluar negeri adalah wisata akhir tahun artinya memiliki uang. Jika pelancong masih mengeluhkan mahalnya harga karantina, ia mengingatkan pesan presiden Joko Widodo sudah menyampaikan pesan jangan keluar negeri dulu jika kebutuhannya tak penting.

"Jadi, jangan mencari celah aturannya, harus diikuti aturannya dan tidak mungkin saat karantina mau gratisan. Karantina yang gratis untuk pekerja migran dan pelajar," katanya.

Terkait tujuan pelaku perjalanan keluar negeri untuk pengobatan apalagi uangnya terpakai untuk berobat atau keselamatan jiwa seperti operasi, Muhari mengakui ada dispensasi atau pertimbangan. Tetapi pihaknya mengingatkan kalau untuk hal-hal yang bukan terkait keselamatan maka tunda dulu perjalanan sampai kondisinya aman. 

"Kita sama-sama menjaga negara ini dari omicron dan semua tempat karantina sudah difasilitasi mulai dari hotel bintang 2 sampai bintang 5 dan ada range harganya. Terserah bisa dicari sesuai kemampuan," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement