Rabu 22 Dec 2021 15:07 WIB

Kritik Baliho Puan di Lokasi Bencana Erupsi Semeru, Politik Cowboy?

Korban bencana tak seharusnya menjadi objek politik untuk meningkatkan popularitas. 

Rep: Nawir Arsyad Akbar/Haura Hafizhah/ Red: Agus Yulianto
Baliho kepak sayap kebhinekaan Puan Maharani terpasang di Rejowinangun, Yogyakarta, Rabu (11/8). Beberapa baliho Puan Maharani di Yogyakarta terpasang di sudut Kota Yogyakarta.
Foto:

Seharusnya tulus bantu korban bencana

Sebagai wakil rakyat, kata Lucius, Puan seharusnya lebih fokus dalam membantu korban yang terdampak ketimbang pencitraan. "DPR harus hadir dengan segala ketulusannya sebagai bagian dari rakyat untuk merasakan penderitaan rakyat karena bencana," katanya.

Korban bencana, kata Lucius, tak seharusnya menjadi objek politik untuk meningkatkan popularitas ataupun elektabilitas seseorang. Padahal, uang pemasangan baliho dapat dimanfaatkan untuk membantu mereka yang terdampak.

"Ketimbang menghabiskan uang untuk bikin baliho, Puan seharusnya cuma perlu memaksimalkan perannya sebagai Ketua DPR sekaligus wakil rakyat untuk memastikan penanganan oleh pemerintah terhadap warga terdampak segera tertangani dengan baik," ujar Lucius.

Pemasangan baliho Puan dinilainya justru dapat mengganggu citra DPR sebagai lembaga perwakilan. Lembaga ini harusnya menjadi yang terdepan memberikan respons cepat melalui kebijakan bantuan dari pemerintah untuk mengatasi dampak bencana. 

"Puan sebagai Ketua DPR harusnya menjadi contoh tentang politik kepedulian yang tulus. Ia mesti hadir dengan semua empatinya," ujar Lucius.

Dampak politik baliho, kata dia, jelas akan kalah banyak dibandingkan dengan pendekatan yang empatik dari Puan di lokasi bencana. Ketimbang menghabiskan uang untuk memasang baliho, dia seharusnya memaksimalkan perannya sebagai Ketua DPR sekaligus wakil rakyat.

"Alih-alih menunjukkan simpati, baliho-baliho itu justru terlihat menempatkan warga sebagai komoditas atau objek politik di mana suara mereka akan dibutuhkan setiap menjelang Pemilu," ujar Lucius. 

Lucius menilai, keberadaan baliho di lokasi bencana justru tidak bermartabat. "Baliho di tempat bencana itu bukan ekspresi politik yang bermartabat. Politik baliho di daerah bencana itu merendahkan warga korban dan itu jelas tidak bermartabat," kata Lucius.

Pemasangan baliho mestinya punya misi politik, karena itu harusnya itu dilakukan dengan strategi yang benar. Ia mengimbau, agar Puan maupun timnya memakai cara-cara politik cowboy.

 

"Jangan pakai politik cowboy. Asal ada momen, sikat aja tanpa memikirkan dampak politisnya itu. Ini yang jadi aneh dari politik baliho politisi seperti Puan ini. Seolah-olah segala cara digunakan sekalipun cara-cara yang diyakini justru akan membunuh tujuan politik sang politisi," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement