Selasa 21 Dec 2021 05:57 WIB

Apindo Kecam dan Ancam Anies Soal Revisi UMP 2020, Buruh 'Pasang Badan'

Keputusan Anies Baswedan merevisi kenaikan UMP Jakarta 2020 timbulkan pro kontra.

Rep: Zainur Mahsir Ramadhan, Febryan. A, Silvy Dian Setiawan / Red: Bayu Hermawan
Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi kenaikan UMP Jakarta 2020 timbulkan pro kontra.
Foto:

Anies dibela kelompok buruh 

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengecam rencana Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menggugat Gubernur Anies Baswedan terkait kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI sebesar 5,1 persen. Presiden KSPI Said Iqbal menyebut, rencana Apindo itu bakal membuat buruh marah dan turun ke jalan secara masif. 

"KSPI dan buruh Indonesia menyesalkan dan mengecam rencana Apindo menggugat surat keputusan (SK) Gubernur tentang upah minimum tahun 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Karena, rencana itu akan menimbulkan eskalasi aksi buruh yang meluas tidak hanya di DKI, tapi di seluruh Indonesia," kata Said dalam konferensi pers daring, Senin (20/12). 

Menurut Said, langkah Anies merevisi kenaikan UMP menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 0,85 persen sudah tepat. Sebab, keputusan itu dibuat dengan turut mempertimbangkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 2022 sebesar 4-5 persen. 

"Agar pertumbuhan ekonomi itu bisa dinikmati rakyatnya, maka Gubernur Anies menyesuaikan kenaikan UMP jadi 5,1 persen," ungkap Said. 

Tak hanya itu saja, KSPI juga mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Banten meniru langkah Gubernur DKI Jakarta merevisi kenaikan UMP 2022. "Kami minta dengan hormat kepada Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten untuk menaikkan UMK, bukan UMP," kata Ketua KSPI Said Iqbal.

Baca juga : Wagub DKI: Kenaikan UMP Disetujui Pengusaha

Said meminta Ridwan Kamil menaikkan UMK karena 15 dari total 27 kabupaten/kota di Jawa Barat telah mengajukan nilai UMK 2022. Dia mengeklaim, pemimpin 15 kabupaten/kota itu mengajukan kenaikan UMK dengan rata-rata 5-6 persen. 

Said lantas mengingatkan agar Ridwan Kamil tak lagi bermain politik dalam menetapkan besaran upah 2022. Sebab, Said menilai Ridwan Kamil menaikkan UMP sesuai ketentuan pemerintah pusat hanya demi mendapatkan dukungan untuk jadi calon presiden. 

"Gubernur Jawa Barat jangan berpolitik demi mendapatkan dukungan partai politik nasional untuk dapat tiket calon presiden dan untuk dapat pencitraan dari pemerintah pusat. (Di lain sisi), hak-hak buruh secara ekonomi dan kesejahteraan diabaikan," ujar Said. 

Hal senada juga disampaikan KSPI Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang meminta Sri Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur DIY untuk merevisi Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2022. 

"DIY sebagai daerah istimewa layaknya daerah khusus ibukota, akan sangat baik bagi warganya jika Gubernur DIY mengikuti langkah Gubernur DKI yaitu merevisi besaran UMP dan UMK DIY 2022," kata Ketua KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (20/12). 

Irsad menyebut, sudah sewajarnya revisi UMP dan UMK ini dilakukan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) DIY. Mengingat, Mahkamah Agung (MK) juga telah memutuskan bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebagai dasar penetapan UMP/UMK bertentangan dengan UUD 1945.  

"MK sudah memutuskan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional (tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat), maka sudah sewajarnya jika Gubernur DIY merevisi UMP dan UMK yang didasarkan pada UU yang bertentangan dengan UUD 1945," ujarnya.

Selain inkonstitusional, kata Irsad, besaran UMP dan UMK DIY juga terlalu rendah. Bahkan, UMP dan UMK DIY tidak memenuhi kebutuhan hidup layak pekerja."Sehingga, menghambat buruh di DIY untuk dapat hidup secara layak," jelas Irsad.

Baca juga : Sidang Herry Wirawan Berlangsung di PN Bandung, Kajati Turun Tangan

Irsad menuturkan, dengan direvisinya UMP dan UMK DIY tahun 2022, tidak akan ada masalah bagi Sultan. Pasalnya, Gubernur DIY sendiri tidak dipilih melalui pilkada dan posisi Sultan sebagai gubernur juga aman karena tidak akan menerima sanksi berupa penonaktifan sebagai kepala daerah.

Ia juga menegaskan agar revisi UMP/UMK tidak menggunakan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. Pihaknya mengapresiasi dilakukannya revisi UMP oleh Gubernur DKI Jakarta.

"Kami mengapresiasi Gubernur DKI yang memahami putusan MK dan upah layak bagi buruh, sehingga tidak menggunakan PP 36/2021 dalam menetapkan UMP DKI 2022," tambahnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement