Sabtu 18 Dec 2021 23:29 WIB

Menko PMK: Pemimpin Era Disrupsi Harus Luwes dan Adaptif

Disrupsi teknologi, pandemi, jumlah milenial meningkat menuntut pemimpin yang luwes.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andi Nur Aminah
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.
Foto: Republika/Abdan Syakura
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Era disrupsi telah mendorong para pemimpin di berbagai sektor untuk mengubah praktik kepemimpinan agar keberlanjutan organisasi terjaga. Disrupsi teknologi, pandemi, dan meningkatnya jumlah milenial menuntut para pemimpin memiliki cara berpikir luwes dan adaptif, serta perlu membuat terobosan. 

Demikian disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy saat menjadi pembicara dalam webinar dengan tema Leadership Transformation in Technology, Millenial, and Pandemic Disruption yang diselenggarakan oleh Mahasiswa Magister Manajemen Eksekutif angkatan 71 (MME71) Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Sabtu (18/12).

Baca Juga

”Cara berpikir luwes dan adaptif, serta berani membuat terobosan itu telah dipraktikkan oleh Presiden Joko Widodo pada masa awal Indonesia menghadapi pandemi,” ujar Menko PMK. 

Salah satu contoh kebijakan pemerintah yang mengadopsi konsep ini adalah tidak dilakukannya lockdown saat pandemi Covid-19. Tetapi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang kemudian berubah menjadi pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Menurut Menko PMK, melalui kebijakan tersebut, Indonesia diakui oleh dunia sebagai salah satu negara yang berhasil mengendalikan penyebaran Covid-19 karena kasus positif berangsur melandai dan kasus meninggal dunia juga makin kecil.

Walaupun fokus pada penanganan Covid-19 bersama kementerian dan lembaga, Kemenko PMK tetap menyadari bahwa pandemi juga telah mengancam pelayanan kesehatan dasar. Untuk itu, di tengah upaya mengendalikan Covid-19, Kemenko PMK tetap menggalakkan program penanganan stunting karena angkanya masih di kisaran 27,6 persen, serta program-program lain yang terkait dengan sumber daya manusia. 

Menurut Menko PMK, selain memiliki cara berpikir luwes dan adaptif, seorang pemimpin juga harus memiliki sifat filantropis,  empati, dan altruis agar organisasi bisa dinamis dan berkelanjutan. ”Tanpa ketiga sifat itu, kemampuan seorang pemimpin belumlah lengkap,” ujar Menko PMK.

Terkait dengan tugas Kemenko PMK, penguatan daya saing sumber daya manusia merupakan salah satu kunci bagi organisasi dan pemimpinnya agar bisa sukses melalui era disrupsi. ”Selain fokus pada penguatan daya saing sumber daya manusia, Kemenko PMK juga memberi perhatian pada penguatan program perlindungan sosial,” kata Menko PMK.

Pada penguatan daya saing sumber daya daya manusia, Kemenko PMK merealisasikan bantuan pendidikan bagi siswa miskin dari tingkat dasar sampai kuliah, memberi keterampilan pada siswa setingkat SMA yang baru lulus sesuai kebutuhan dunia usaha, mempercepat pembangunan dan rehabilitasi sarana prasarana pendidikan, serta mempercepat penurunan stunting. 

Adapun pada penguatan program perlindungan sosial, Kemenko PMK mengimplementasikan berbagai program, antara lain pemberian kartu sembako, melanjutkan program keluarga harapan, dan perbaikan mekanisme penyaluran bantuan sosial.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement