Kamis 16 Dec 2021 15:56 WIB

Kota Malang Jadi Pilot Project Pengembangan Teknologi Pengeringan Lumpur Limbah Domestik

Sanitasi yang layak termasuk tantangan cukup berat di Kota Malang.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Gita Amanda
Kota Malang terpilih menjadi pilot project pengembangan teknologi pengeringan lumpur limbah domestik.
Foto: Dok. Diskominfo Kota Malang
Kota Malang terpilih menjadi pilot project pengembangan teknologi pengeringan lumpur limbah domestik.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kota Malang terpilih menjadi pilot project pengembangan teknologi pengeringan lumpur limbah domestik. Program ini merupakan inisiatif dari United States Agency for International Development (USAID) bekerja sama dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) serta pemerintah daerah terpilih.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Sekretariat Daerah (Sekda) Kota Malang, Mulyono mengatakan, sanitasi yang layak termasuk tantangan cukup berat di Kota Malang. Hal ini terutama untuk kota yang penduduknya berada di perkampungan yang sulit diakses. "Terutama yang berada di pinggiran sungai," kata Mulyono di Kota Malang.

Baca Juga

Dengan terpilihnya Kota Malang sebagai pilot project, Mulyono mengaku sangat berterima kasih. Opsi yang saat ini disampaikan merupakan terobosan baru dan sangat bagus. Mulyono berharap uji coba ini bisa mendorong Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat Kota Malang.

Untuk diketahui, saat ini Kota Malang telah memiliki 88 unit SPALD-T skala pemukiman. Unit ini masing-masing melayani 50 hingga 75 rumah tangga. Rata-rata unit SPALD-T sudah dibangun di atas lima tahun sehingga memerlukan penyedotan.

Namun, kata Mulyono, banyak SPALD-T di Kota Malang yang tidak memiliki akses jalan masuk truk penyedot. Situasi ini menjadi tantangan berat sehingga mendorong USAID IUWASH Plus bersama PT ITS Techno, Pemkot Malang, dan Pemkab Gresik untuk mengembangkan teknologi terapan. Dalam hal ini termasuk uji coba dengan mengembangkan dua model, yakni stasioner dan mobile.

Jika program ini berhasil, maka Mulyono meyakini manfaat yang diterima akan besar sekali. Bahkan, program tersebut bisa diaplikasikan dan direplikasi di daerah lain. "Salah satu yang dipesankan pak wali, mohon sosialisasi dikuatkan sehingga tidak muncul penolakan,” ucapnya.

Sementara itu, Chief of Party USAID IUWASH Plus, Bill Parente menjelaskan, penyediaan akses air minum dan sanitasi telah diamanatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Amanat tersebut menargetkan 100 persen akses air minum layak. Dalam hal ini termasuk 15 persen akses air minum aman.

Rencana lima tahunan tersebut juga menargetkan 90 persen akses sanitasi layak, termasuk 15 persen akses sanitasi aman. Target ini sejalan dengan tujuan sustainable development goals, khususnya tujuan keenam. Yakni, semua penduduk diharapkan sudah memiliki akses air minum dan sanitasi yang aman pada 2030.

Menurut Bill, USAID telah melakukan kegiatan bersama mitra di pusat dan daerah untuk mendukung percepatan peningkatan akses air minum dan sanitasi aman. Hal ini mulai dilakukan dari pembuatan, kelembagaan, hingga pendampingan masyarakat. Semua langkah ini bertujuan untuk perubahan perilaku dan membangun kebutuhan akan akses air minum serta sanitasi aman.

Sistem pengelolaan air limbah domestik terpusat (SPALD-T) skala pemukiman termasuk salah satu solusi untuk menjawab kebutuhan air kayak. Untuk Kota Malang dikembangkan satu unit mobile dewatering, dua unit stasioner dewatering, dan satu unit revitalisasi dewatering existing. Kedua model telah diujicoba oleh UPTD Kota Malang pada daerah yang sulit dijangkau armada truk penyedot tinja. "Dan proses ini berjalan dengan baik," kata dia menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement