REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam upaya mendukung kepemimpinan Indonesia di G20, Persatuan Insinyur Indonesia (PII) melakukan penguatan insinyur profesional Indonesia. Itu dilakukan hingga terciptanya "bonus insinyur" atau jumlah insinyur yang surplus melebihi kebutuhan.
"Bonus insinyur itu merupakan kata kunci yang penting dalam memastikan Indonesia sukses dalam kepemimpinan G20," ungkap Ketua Umum PII, Heru Dewanto, saat konferensi pers di Jakarta, Sabtu (11/12), petang.
Karena itu, dia mengungkapkan, hal tersebut akan menjadi pembahasan dalam Kongres PII XXII yang akan digelar di Nusa Dua, Bali pada 17 Desember 2021, mendatang. Tema besar dari Kongres PII XXII tersebut adalah "Penguatan Insinyur Profesional Indonesia Menuju Kepemimpinan Indonesia di Panggung Dunia".
Heru mengungkapkan, tema tersebut sejalan dengan visi Indonesia sebagai presidensi G20 yang fokus untuk menyukseskan tiga hal, yaitu penanganan kesehatan yang inklusif, transformasi berbasis digital, dan transisi menuju energi berkelanjutan. Dia mengatakan, PII fokus pada peran insinyur dengan segala potensi serta aset sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi PII.
Menurut Heru, pihaknya telah melakukan banyak hal dalam upaya memenuhi kebutuhan insinyur hingga nantinya mencapai "bonus Insinyur" di Indonesia. PII, kata dia, telah memiliki dan mempraktikkan proses lima rantai nilai keinsinyuran, yakni sejak para calon insinyur menempuh pendidikan teknik, menjadi sarjana, lalu menjadi insinyur profesional, sertifikasi, hingga memiliki standar global.
"Bahkan saat ini para mahasiswa dan alumni vokasi bisa menempuh proses untuk menjadi insinyur, tersertifikasi, hingga mencapai standar yang diakui sebagai international engineer," kata Heru.
Jumlah anggota PII saat ini mencapai 47.125 orang, dengan yang berstatus insinyur profesional sebanyam 19.025 orang. Heru melihat jumlah ideal insinyur di Indonesia sangat bergantung dari program pemerintah mengenai infrastruktur.
Namun, dia memberikan gambaran, yakni di Indonesia ada sekitar 3.200 insinyur untuk setiap satu juta penduduk. Sementara itu, Vietnam memiliki sekitar 9.000 insinyur untuk setiap satu juta penduduk. Menurut dia, jika Indonesia berniat bersaing dengan Vietnam, maka paling tidak Indonesia butuh lebih banyak lagi insinyur.
Heru menilai insinyur dapat berkontribusi dalam tujuan G20 dalam hal penanggulangan pandemi Covid-19, termasuk di bidang ekonomi. Menurut dia, pandemi Covid-19 yang belum pernah terjadi sebelumnya membuat tidak ada kasus yang bisa dijadikan acuan. Krena itu dibutuhkan banyak inovasi, yang mana merupakan keahlian insinyur.
"Para insinyur adalah orang-orang yang didik bekerja membuat inovasi, semakin banyak insinyur, semakin banyak kita membuka peluang solusi-solusi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya," ujar Heru.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, selaku Pembina PII berharap agar profesi insinyur di Indonesia bisa makin kompetitif. Untuk itu, kerja sama dengan perguruan tinggi sebagai tempat pendidikan calon insinyur harus lebih erat.
Nadiem menyatakan saat ini, Kemendikbudristek telah meluncurkan Lembaga Akreditasi Mandiri (LAM) Teknik untuk melaksanakan akreditasi Program Studi Teknik di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. LAM Teknik menggantikan fungsi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT) khusus untuk program studi teknik. Melalui akreditasi yang berbasis pada organisasi profesi, kualitas dan kompetensi insinyur diharapkan akan lebih sesuai dengan kebutuhan dunia profesi.
Selain LAM Teknik, PII juga menyelenggarakan IABEE yg telah ditetapkan sebagai anggota provisional Washington Accord dan Seoul Accord. Artinya, sistem akreditasi dari IABEE PII bagi program studi teknik dan ilmu komputer juga diakui memenuhi standar internasional.
Untuk pengembangan standar pendidikan profesi Insinyur Kemendikbud juga telah membentuk tim Tim Pengembangan Pendidikan Profesi Insinyur (TP3I). Itu merupakan tim gabungan antara PII dan Perguruan Tinggi yang ditetapkan melalui SK Dirjen Dikti.