Jumat 10 Dec 2021 02:27 WIB

Kuasa Hukum Minta Pendiri Indosterling Dibebaskan dari Semua Dakwaan

Pendiri Indosterling sebut HYPN bukan produk perbankan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pendiri Grup IndoSterling, Sean William Henley, mengatakan penerbitan high yield promissory notes (HYPN) oleh PT IndoSterling Optima Investa (IOI) tidak dapat dinilai sebagai produk perbankan. Sebab saat HYPN diterbitkan pada 2018-2019 oleh PT IOI, pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) maupun Bank Indonesia tidak memiliki aturan.

Hal itu disampaikan oleh Sean Willian Henley dalam pledoinya yang dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dalam sidang pembacaan pleidoi ini, Hasbullah yang menjadi kuasa hukum SWH meminta majelis hakim yang dipimpin oleh R. Bernadette Samosir, S.H., M.H untuk membebaskan semua dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). 

Baca Juga

"Perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa adalah perbutan korporasi dalam melakukan hubungan keperdataan dalam bentuk hutang piutang, yaitu surat sanggup atau surat hutang (promisorry noted). JPU juga tidak bisa membuktikan perbuatan terdakwa sebagaima dalam dakwaannya," kata Hasbullah dalam pembacaan nota pembelaan terhadap terdakwa Sean William Henley di persidangan.

William Henley berpendapat bahwa dakwaan dan penuntutan yang telah dilakukan oleh JPU ini belum memahami secara baik terkait aspek teknis maupun karakter penerbitan high yield promissory notes (HYPN). Perihal promissory notes ini, kata dia, hal tersebut merupakan surat utang langsung dari debitur atau borrower kepada kreditur atau investor. Instrumen HYPN itu, kata dia, bersifat jangka pendek dan unsecured alias tidak menggunakan agunan. 

"Promissory notes ini merupakan private notes dan bukan publik atau market securities, sehingga keuntungannya adalah langsung ke pemilik dana tanpa melalui financial intermediary. Oleh karena itu promissory notes ini bukan merupakan produk perbankan, mengingat perbankan itu merupakan lembaga yang produknya harus simpanan dalam bentuk tabungan atau giro," jelasnya.

William Henley juga menampik telah melakukan penipuan terhadap adanya penerbitan HYPN. Dalam kasus HYPN Indosterling, kata dia, saksi dari pihak Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bukan produk perbankan. Artinya, adanya penghimpunan dana masyarakat sebagaimana didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum menjadi tidak relevan. 

"Sehingga tuduhan kami menjalankan investasi tanpa ijin jelas salah," jelasnya.

William Henley mengatakan penerbitan HYPN oleh PT IOI ini dilakukan pada 2018—2019. Instrumen ini menawarkan bunga tetap 9 persen-12 persen per tahun. Pada mulanya pembayaran kupon berlangsung lancar hingga pandemi Covid-19 membuat perekonomian macet sehingga IOI tidak dapat memenuhi kewajiban kepada para nasabah terhitung mulai 1 April 2020. 

Pandemi Covid-19 yang berlarut membuat penundaan pembayaran yang berkelanjutan kepada pemegang HYPN mengakibatkan munculnya permohonan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dari beberapa pemegang HYPN. 

Proses persidangan PKPU memutuskan untuk menerima skema perdamaian yang ditawarkan PT.IOI dalam Perjanjian Homologasi yang disetujui mayoritas kreditur sebanyak 878 Kreditur telah dituangkan dalam Putusan PKPU - Perdamaian (Homologasi) pada Pengadilan Niaga PN Jakarta Pusat No.174/PDT-SUS/PKPU/2020/PN.NIAGA.JKT.PST pada 2 September 2020.

Adapun skema yang disetujui dalam proses PKPU yakni dana para kreditur akan dibagikan dalam tujuh tahap yang akan dimulai dari 1 Maret 2021 hingga Desember 2027. Hal itu ditetapkan majelis hakim dengan mempertimbangkan jumlah investasi, umur kreditur, dan kondisi kesehatan kreditur. 

Sementara itu Hasbullah mengatakan berdasarkan alat bukti dan barang bukti di persidangan perbuatan William Henley ini bukanlah perbuatan pidana. Ia juga menegaskan apa yang dilakukan oleh William Henley tidak terbukti satupun secara sah dan meyakinkan telah melanggar unsur dari Pasal 46 Jo Pasal 16 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7/1992 mengenai perbankan. 

“Jadi kesimpulan penuntut umum yang menyatakan bahwa terdakwa memenuhi pasal 46 jo pasal 16 UU Perbankan itu merupakan kesimpulan yang sesat,” kata Hasbullah menegaskan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement