Selain mengontrol kasus, ia mengingatkan negara lain mengalami lonjakan kasus Covid-19 seperti Eropa dan Asia Tenggara. Termasuk ancaman varian baru.
Oleh karena itu, ia melanjutkan, Satgas mengaturnya melalui Surat Edaran Nomor 23 tentang perjalanan internasional yang memutuskan menambah masa karantina menjadi 10 hari. Ia menambahkan, apa yang dilakukan pemerintah bukan membangun rasa kekhawatiran yang tinggi melainkan membangun rasa kewaspadaan. "Dengan membangun kewaspadaan yang tinggi artinya kita perorangan sebagai keluarga dan komunitas bisa mengukur apa yang harus dilakukan," ujarnya.
Terkait masa liburan meski tidak melarang mudik, namun ia menegaskan pemerintah melakukan pengendalian dan pengawasan. Bentuknya tapi tidak berupa penyekatan. "Kemudian, masyarakat didewasakan dalam membangun waspada. Itu di atas segala-galanya," ujarnya.
Ia mencontohkan, Jerman yang tingkat vaksinasi Covid-19 sudah baik dengan infrastruktur kesehatan mendukung masih bisa mengalamai lonjakan kasus. Artinya, dia melanjutkan, ada kemungkinan Indonesia bisa kembali mengalami kenaikan kasus Covid-19. "Oleh karena itu, kewaspadaian protokol kesehatan (prokes) dan contact tracing tentu menjadi prioritas," katanya.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian mengatakan PPKM Level 3 yang dipatok merata bukanlah kebijakan yang tepat. Alasannya, setiap daerah memiliki tingkat kerawanan Covid-19 yang berbeda.
"Tolong hindari bahasa (PPKM) level 3. Kenapa? Karena tidak semua daerah itu sama tingkat kerawanan pandemi Covid-nya, tidak semua daerah sama," ujar Tito dikutip dari siaran pers Kemendagri saat Rapat Kesiapan Penerapan PPKM Natal 2021 dan Tahun Baru 2022, Percepatan Vaksinasi, serta Belanja Daerah (APBD), Rabu (8/12).
Tito menjelaskan World Health Organization (WHO) telah membuat empat level tingkat penilaian risiko untuk Covid-19. Level 1 berarti low atau rendah, level 2 moderat atau rata-rata, level 3 high atau tinggi, dan level 4 very high atau sangat tinggi.
Indonesia, kata Tito masuk dalam kategori low atau rendah dari berbagai indikator, di antaranya kasus terkonfirmasi Covid-19 dan bed occupancy ratio (BOR) yang terkendali. “Kita bersyukur atas itu, sehingga Bapak Presiden memberikan arahan agar kita tidak menerapkan (PPKM) Level 3 tapi membuat pengaturan spesifik mengenai antisipasi atau penanganan penanggulangan pandemi Covid-19 di masa Nataru,” kata Mantan Kapolri tersebut.
Selain itu, alasan lainnya tidak menggunakan istilah PPKM Level 3 yakni karena situasi pandemi Covid-19 sangat dinamis, termasuk di berbagai daerah. Karenanya, penggunaan istilah ini respons dari situasi dinamis tersebut.
“Kita tidak bisa konsisten membuat pengaturan pandemi Covid ini karena yang kita hadapi situasi dinamis, dinamikanya bukan mingguan sebetulnya, harian, bahkan jam, tapi kita mengaturnya mingguan, sehingga perubahan pengaturan sudah kita lakukan berkali-kali sejak awal pandemi,” katanya.
Meskipun begitu, Tito mengatakan, pembatasan-pembatasan spesifik akan dilakukan saat pelaksanaan Nataru yang berlangsung dari 24 Desember 2021 hingga 2 Januari 2022. Pembatasan spesifik sebagian mengadopsi substansi yang diatur dalam sistem PPKM level 3 dengan beberapa perubahan penting.