Jumat 03 Dec 2021 03:57 WIB

Alih Fungsi Lahan, Salah Satu Penyebab Banjir Bandang Garut

Tanaman sayuran tidak mampu mengikat air sehingga saat hujan banjir mudah terjadi.

Rep: Bayu Adji P/ Red: Friska Yolandha
Lahan pertanian milik warga rusak diterjang banjir bandang di Kampung Cileles, Desa Cintamanik, Kecamatan Karang Tengah, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Ahad (28/11/2021). Ratusan hektare lahan pertanian di Kecamatan Sukawening dan Karangtengah rusak diterjang banjir bandang dan longsor yang diduga disebabkan alih fungsi lahan.
Foto:

Ia menjelaskan, ketika terjadi hujan ekstrem, air akan celah yang ada di bebatuan. Selainjutnya air membuat erosi di beberapa celah perbukitan yang terjal, membawa material yang rapuh. Alhasil, material itu menjadi lumpur, sehingga bermuara di sungai yang di bawahnya. 

Menurut Edi, secara kasatmata, terdapat sekitar lima longsoran yang bermuara di sungai. "Kalau dilihat di drone mungkin akan lebih banyak lagi," kata dia.

Ia menilai, longsoran itu terjadi akibat kegemburan tanah dan vegetasinya yang kurang padat, sehingga air yang turun dari hujan menggiris tanah lunak itu. Longsoran itu kemudian membendung aliran sungai. 

"Suatu saat dia jebol, jadilah akumulasi air yang besar. Sementara kemampuan sungai untuk menampung debit air itu tidak mampu. Jadinya melebar ke mana-mana, sehingga memyapu permukiman warga di sekitar aliran sungai," kata dia.

Edi menjelaskan, salah satu penyebab banjir bandang itu adalah tata guna lahan yang tidak mendukung aliran air. Di sisi lain, kondisi bebatuan di bagian atas gembur. Ditambah lagi faktor eksternal, yaitu curah hujan ekstrem, ikut memicu terjadinya longsor dan banjir bandang. 

Ia mengakui, ada pendapat yang menyebut tak ada alih fungsi lahan di wilayah itu. Menurut dia, alih fungsi lahan mungkin tak terjadi dalam kurun 10 tahun terakhir. Namun, kenyataannya di wilayan itu banyak ditanami sayuran dan sawah. 

"Tanaman tinggi relatif sedikit. Tanaman sayuran dan pesawahan kan tak mampu untuk menyerap air. Jadi suatu saat pasti akan terjadi longsor. Mengenai waktu alih fungsi lahan terjadi, saya belum sampai ke sana," kata dia.

Sementara itu, Ketua Badan Pembina (BP) Forum Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat (Jabar), Dedi Kurniawan, mengatakan, pihaknya telah membentuk tim untuk mencari penyebab banjir bandang yang menerjang Kecamatan Sukawening dan Karangtengah. Berdasarkan hasil pemetaan sementara, banjir bandang itu terjadi akibat adanya longsoran. Setidaknya terdapat sembilan titik longsoran, di mana empat titik di antaranya merupakan longsoran besar. 

"Di empat titik itu, kami cek ke bagian atasnya terdapat alih fungsi lahan. Kita melakukan pengecekan melalui citra satelit. Belum kami cek secara manual karena keterbatasan SDM dan perlengkapan," kata dia.

Dedi, yang juga merupakan Ketua Dewan Daerah Walhi Jabar, menyebut, be rdasarkan informasi dan pengecekan di lapangan, alih fungsi lahan terjadi di beberapa titik. Pertama itu di lahan carik desa, yang seharusnya dikelola tidak untuk pertanian. Kedua, ada juga tanah milik. Ketiga, ada di tanah negara.

"Kami masih cek tanah negara atau pemda. Tapi di sana ada pembangunan perkebunan milik perusahaan dan masyarakat," ujar dia.

Menurut dia, terjadinya banjir bandang itu merupakan dampak dari pembiaran dari pemerintah terkait alih fungsi lahan. Pemerintah disebut juga melegalkan perusahaan melakuksan pertanian di lahan yang semestinya ditanami tanaman tinggi. Bahkan, ia menduga, ada pejabat setempat dalam perusahaan itu.

Karena itu, ia mendorong dan mengajak warga terdampak banjir bandang untuk menggugat pemerintah. "Karena pemerintah yang melakukan perusakan dan pembiaran," ujar dia.

Ia juga meminta aparat penegak hukum memeriksa sejauh mana alih fungsi lahan bisa terjadi tanpa ada pemantauan dari pemerintah pusat. Ia berharap, pemerintah provinsi atau pusat dapat melakukan penyelidikan untuk memeriksa penyebab banjir bandang itu. 

"Karena ada indikasi pemerintah setempat yang bermain," kata Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement