Kamis 02 Dec 2021 12:26 WIB

Minim Kesadaran, Penyakit Silent Killer Ini Mengancam Anda

4 penyakit yang dijuluki ‘silent killer’, jadi penyebab terbesar kematian di dunia.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Agus Yulianto
Warga mengikuti pemeriksaan gula darah gratis di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Diabetes merupakan satu dari  empat penyakit yang dijuluki ‘silent killer’.
Foto: Prayogi/Republika.
Warga mengikuti pemeriksaan gula darah gratis di Pasar Tanah Abang, Jakarta. Diabetes merupakan satu dari empat penyakit yang dijuluki ‘silent killer’.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia masih mengalami double burden of disease, di mana penyakit menular masih menjadi tantangan dan penyakit tidak menular meningkat tajam. Penyakit yang paling banyak menyerang masyarakat Indonesia antara lain hipertensi, diabetes mellitus, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

Empat penyakit tersebut dijuluki ‘silent killer’ sementara masih banyak yang belum aware dengan penyakit tersebut. Pada 2013, WHO menyebut penyakit tidak menular atau penyakit kronis dengan durasi yang panjang itu, masih menjadi penyebab terbesar kematian di berbagai negara.

“Itu karena proses penyembuhan atau pengendalian kondisi klinis yang umumnya lambat,” ungkap Dokter Penanggungjawab Klinik Utama Glori Medika Sunter, dr Henny Fachrudin, dalam Opening Klinik Glori Medika Sunter, Kamis (2/12).

Sifat penyakit ‘silent killer’ ini memang membuat penderitanya memiliki gejala di awal namun tidak menyadari dirinya memiliki risiko tinggi. Saat akhirnya menyadari, penderita tersebut sudah mendapati dirinya memiliki penyakit penyulit atau komplikasi.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan studi di puskesmas menunjukkan hanya sepertiga penderita hipertensi (36,8 persen) yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan hanya 0,7 persen yang berobat. Begitu juga dengan penderita diabetes, sering memiliki gejala yang begitu ringan mulai dari lemas, merasa sering lapar dan haus, ataupun sering buang air kecil.

“Penyakit itu semakin lama semakin berkembang dan merusak berbagai organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, dan lain-lain,” kata dr Henny.

Tak dapat dipungkiri, penyakit jantung, hipertensi, diabetes dan deretan penyakit kronis yang dahulu identik dengan orang tua, kini sering ditemukan menyerang usia muda, bahkan remaja. Riskesdas mencatat pada 2013, ada 8,7 persen penderita hipertensi berusia 15-24 tahun.

Kemudian di 2018 angka itu menunjukkan peningkatan menjadi 13,2 persen dengan rentang usia muda yang lebih sempit yakni 18-24 tahun. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan angka kejadian diabetes melitus pada anak usia 0-18 tahun mengalami peningkatan sebanyak 7 kali lipat selama jangka waktu 10 tahun.

Memang, pada umumnya penyakit tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan sekitar. Namun, pada anak muda, faktor utama yang menjadi pemicu adalah gaya hidup yang buruk seperti merokok, kebiasaan makan tidak sehat, konsumsi gula berlebih, serta kurang olahraga.

Meski demikian, penyakit-penyakit yang tergolong ke dalam penyakit kronis tersebut dapat dicegah dan dikendalikan agar tidak membahayakan kesehatan. Selain menjaga pola hidup sehat, hal utama yang harus dilakukan adalah meningkatkan kesadaran untuk melakukan deteksi dini secara berkala.

Tak hanya untuk mendeteksi dini penyakit, pemeriksaan medis rutin juga bermanfaat untuk mengurangi biaya pengobatan jangka panjang, sebab semakin cepat sebuah penyakit ditemukan, semakin mudah untuk ditangani dan diobati.

“Apalagi dalam masa pandemi, pengendalian penyakit penyerta pada pasien dengan deteksi dini dan pemeriksaan medis rutin, ini juga bisa mencegah keparahan dan lama rawat apabila pasien terinfeksi Covid-19,” ungkap dr Henny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement