Senin 22 Nov 2021 21:09 WIB

Surat Terbuka Forum Guru Tunanetra Akses untuk Pemerintah

Mereka meminta realisasi tentang pekerja disabilitas di pemerintahan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Mas Alamil Huda
Seorang guru tunanetra yang berstatus PNS memberikan materi pelajaran bermusik kepada siswa di SLBN A Kota Bandung, Jawa Barat. (Ilustrasi)
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Seorang guru tunanetra yang berstatus PNS memberikan materi pelajaran bermusik kepada siswa di SLBN A Kota Bandung, Jawa Barat. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Guru Tunanetra Akses (FGTA) menulis surat terbuka yang berisi ketidaknyamanan yang mereka alami saat mengikuti pelaksanaan seleksi guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahap satu. Pada surat yang ditujukan bagi pemerintah itu mereka meminta realisasi peraturan perundang-undangan tentang pekerja disabilitas di pemerintahan.

"Pengalaman tes kemarin membuat kami sungguh tidak nyaman. Karena usia seperti kami sudah tidak mungkin mengerjakan soal yang begitu panjang," ungkap Ketua FTGA, Wisnu Handaka, dalam surat terbuka itu, Senin (22/11).

Baca Juga

Dia menyampaikan, pada 17 September 2021 lalu para guru honorer tunanetra turut melaksanakan tes seleksi guru PPPK tahap pertama. Ketika mengerjakan sejumlah soal, mereka menemui soal dengan susunan kata yang sangat panjang. Itu membuat mereka membutuhkan waktu yang lama untuk mendengarkan pertanyaan hanya untuk satu nomor saja.

"Kami harus mengerjakan sebanyak 150 nomor. Wah, betapa banyak waktu yang diperlukan kami untuk mengerjakan soal-soal tersebut, sementara panitia hanya memberikan waktu selama tiga jam kurang," kata dia.

Wisnu menyampaikan, dengan kondisi seperti itu, waktu yang diberikan kepada guru honorer tunanetra tidaklah cukup. Banyak di antara para guru honorer tunanetra yang tidak bisa menyelesaikan cukup banyak soal dengan waktu yang disediakan oleh panitia itu.

"Belum cukup rasanya waktu yang diberikan kepada kami. Maka tak heran, banyak di antara kami waktu yang disediakan habis, dan soal masih tersisa banyak," jelas Wisnu.

Dia menambahkan, guru-guru tunanetra dengan usia yang tak lagi muda juga tidak mungkin mengerjakan soal yang begitu panjang. Soal seperti itu, kata dia, tidak pernah dijumpai selama ini karena berkonsentrasi untuk mendidik di kelas demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Untuk itu, FTGA meminta pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo melalui Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menjamin hak para guru tunanetra dalam pelaksanaan tes tersebut. FTGA juga meminta perhatian pemerintah untuk melaksanakan dan merealisasikan pasal 53 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016.

"Pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah wajib mempekerjakan paling sedikit dua persen penyandang disabilitas dari jumlah pegawai atau pekerja," ujar Wisnu.

Wisnu menyampaikan, upaya FTGA untuk memperoleh nasib yang lebih baik telah dilakukan dengan berbagai upaya. Salah satunya dengan menghadiri rapat dengar pendapat umum dengan Komisi X di gedung DPR RI yang dilaksanakan pada 16 Juli 2021 lalu, sebagaimana dilakukan juga oleh organisasi-organisasi guru lainnya.

"Kami juga telah menempuh langkah-langkah melalui lembaga lainnya dalam memperjuangkan nasib kami seperti Komnas HAM dan Ombudsman, namun sampai detik ini upaya kami belum membuahkan hasil sesuai yang diharapkan," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement